SEMARANG, KOMPAS — Petani di sejumlah daerah di Jawa Tengah masih kebingungan memanfaatkan kartu tani, termasuk untuk membeli pupuk bersubsidi dan bantuan sosial nontunai. Selama awal musim tanam ini, petani masih membeli pupuk bersubsidi secara tunai.
”Banyak petani membeli pupuk langsung ke pengecer secara tunai. Sebab, kalau pakai kartu tani, harus pakai mesin electronic data capture (EDC). Sementara banyak pengecer belum siap memakai mesin EDC,” ujar Abdul Syukur, petani di wilayah Dawe, Kabupaten Kudus, Kamis (10/1/2019).
Sejak diluncurkan Maret 2015, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengklaim telah membagikan sekitar 2,5 juta kartu tani untuk anggota kelompok tani di 35 kabupaten/kota. Petani yang mendapat kartu tani harus menjadi anggota kelompok tani. Hal ini terkait alokasi jumlah kebutuhan pupuk sesuai usulan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). RDKK hanya ditetapkan dan diusulkan oleh kelompok tani ke instansi pertanian pemerintah setempat.
Menurut Abdul, petani enggan memakai kartu tani karena para pengecer pupuk juga tidak siap. Banyak kendala dalam pemakaian mesin EDC, di antaranya kesulitan koneksi internet.
Pengurus Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Grobogan, Edy Purwanto, mengungkapkan, proses kartu tani masih membuat bingung, terlebih mereka yang usianya sudah lanjut. ”Dengan alih prosedur pembelian pupuk bersubsidi, petani yang mau menggunakan kartu tani harus pergi ke bank terdekat guna memastikan saldo tabungan cukup membayar pupuk. Itu membuat semakin repot,” ujar Edy.
Edy menambahkan, meski saat peluncuran kartu tani disebutkan proses transaksi pembelian pupuk dengan kartu tani tidak dikenai biaya, tetapi pada praktiknya berbeda. Oleh pihak bank penerbit kartu tani, khususnya di pantai utara Jateng, termasuk Grobogan, setiap transaksi petani dikenai biaya Rp 2.000.
”Jika petani itu menebus pupuk secara eceran, dalam sehari bisa dikenai biaya lebih dari Rp 10.000. Dengan jumlah tabungan yang tidak seberapa, tentu saja petani keberatan,” katanya.
Yudhi Sancoyo, pendamping petani di Kabupaten Grobogan, mengatakan, implementasi kartu tani perlu dievaluasi. Di Grobogan, misalnya, kartu tani yang terbagi baru di bawah 5 persen dari total petani yang berhak menerima sebanyak 201.138 orang.