JAMBI, KOMPAS — Aktivis lingkungan mengingatkan agar pemerintah berhati-hati membangun kawasan ekonomi esensial Ujung Jabung seluas 4.200 hektar di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi. Pembangunan jalan menuju pelabuhan samudra dan kawasan industri hilir terpadu dikhawatirkan merusak ekosistem Berbak yang selama ini menyangga Taman Nasional Berbak dan Sembilang.
Direktur Walhi Jambi Rudiansyah, Kamis, (10/1/2019), mengatakan, jalan menuju pelabuhan itu akan dibangun di areal lahan gambut dalam. ”Setelah kami ukur, kedalaman gambutnya hingga 5 meter,” ujarnya.
Semakin dalam lapisan gambut, semakin besar pula fungsi konservasinya, seperti menahan limpahan air hingga menyerap karbon. Kerusakan gambut di wilayah itu akan berdampak pada bencana lingkungan.
Ekosistem Berbak dipenuhi rawa gambut dan payau. Pesisirnya kaya tanaman bakau. Kawasan itu juga ruang hidup bagi sejumlah spesies dilindungi, seperti harimau sumatera, beruang, dan tapir. Pembangunan yang sembrono berisiko mengusir keberadaan kekayaan alam.
Walhi Jambi mengimbau pemerintah lebih berhatihati dan mengedepankan pertimbangan dampak lingkungan dalam membangun.
Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Dianto, pembangunan Pelabuhan Ujung Jabung dimulai tahun ini hingga 2021. Pelabuhan itu akan menjadi contoh kemajuan Jambi. Terpadu dengan pelabuhan akan dibangun pula kawasan industri hilir.
Pemerintah daerah berharap investor tertarik membuka industri di kawasan ini. Selain itu, komoditas andalan terangkat sehingga menggeliatkan ekonomi masyarakat.
Pantau pembangunan
Terkait ancaman terhadap ekosistem Berbak, Kepala Taman Nasional Berbak dan Sembilang (TNBS) Pratono Suroso mengatakan, belum menilai sejauh mana ancaman kerusakan yang akan timbul dari pembangunan kawasan Ujung Jabung. Progres pembangunan akan terus diikuti.
Dari sisi fenomena alam, kata Pratono, selama ini desa-desa penyangga TNBS kerap disinggahi burung-burung migran. ”Ke depan, kami akan mendiskusikan dulu sejauh mana dampak pembangunan itu pada ekosistem Berbak,” jelasnya.
Sejauh ini kerusakan lingkungan telah terjadi di ekosistem Berbak dan Sembilang. Abrasi atau kerusakan garis pantai berlangsung cepat 10 tahun terakhir. Daratan yang hilang rata-rata 25 meter per tahun.
Citra satelit Landsat tahun 2009 hingga 2015 menunjukkan abrasi mencapai 150 meter di sepanjang 30 kilometer jalur pesisir penyangga Taman Nasional Berbak-Sembilang.
Pengamat ekonomi dari Universitas Batanghari, Pantun Bukit, mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah lama memiliki rencana membangun industri hilir untuk mengangkat nilai tambah sawit, karet, pinang, dan komoditas unggulan Jambi lainnya. Rencana itu harus cepat dilakukan untuk mengangkat nilai tambah komoditas.
Saat ini hampir semua komoditas unggulan tersebut jatuh harganya. ”Jika industri hilir tidak cepat dibangun, komoditas lokal akan semakin bergantung pada permainan harga dunia,” katanya. (ITA)