BANDUNG, KOMPAS — Secara perlahan, lahan milik Perum Perhutan dan PT Perkebunan Nusantara VIII di hulu Daerah Aliran Sungai Citarum di Kabupaten Bandung diarahkan menjadi kebun kopi arabika. Sedikitnya 8.000 hektar lahan kritis milik dua instansi itu bakal ditanami 3 juta tanaman kopi dalam kurun tiga tahun ke depan.
Selain untuk mengurangi kerusakan lingkungan di Daerah Aliran Sungai Citarum, program itu diharapkan tetap menjamin kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. ”Untuk tahun ini, kami memberikan 1 juta pohon kopi. Setiap tahun akan diberikan secara bertahap dengan jumlah yang sama,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman seusai menyerahkan bibit kopi pada perwakilan kelompok tani di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kamis (10/1/2019).
Penanaman kopi ini tidak lepas dari program revitalisasi Citarum Harum yang dicanangkan Presiden Joko Widodo tahun lalu. Program itu ditargetkan bakal memperbaiki Citarum hingga 7 tahun ke depan setelah diresmikan.
Bibit kopi itu berjenis arabika dengan tingkat produktivitas 3,5 ton-4 ton per hektar. Selain bibit kopi, petani juga mendapatkan bantuan 475 ton pupuk organik.
Petani nantinya tidak perlu membayar sewa lahan. Hanya saja, setelah panen, kopinya dijual kepada kami. Dijamin dibeli dengan harga pasar.
Amran mengatakan, pertimbangan utama penyaluran bibit itu karena kopi adalah komoditas perkebunan ramah lingkungan. Akarnya mencengkeram tanah dengan kuat sehingga bisa meminimalkan potensi longsor. Di sisi lain, kopi arabika yang ditanam di Jabar kini memiliki nilai ekonomi tinggi jika dirawat dengan pola tepat.
Direktur Jenderal Perkebunan di Kementerian Pertanian Bambang menyatakan, pembagian bibit ini adalah lanjutan dari langkah serupa tahun lalu. Saat itu, pihaknya menyalurkan 320.000 bibit kopi, 10.000 tanaman pala, dan 30 ton pupuk organik. Kali ini, alokasi untuk 1 juta bibit kopi dan 475 ton pupuk organik sekitar Rp 5,5 miliar.
”Kami berharap, perlahan masyarakat setempat yang mayoritas masih menggarap sayuran beralih ke kopi yang lebih ramah lingkungan,” kata Bambang. Di Kertasari, kini ada sekitar 2.100 rumah tangga yang masih menggantungkan hidupnya dengan menanam kentang, wortel, dan daun bawang.
Direktur Utama PTPN VIII Wahyu menyatakan, lahan kritis miliknya di kawasan Citarum hulu mencapai 1.700 hektar. Menurut dia, untuk memulihkan lahan sebanyak itu, dibutuhkan 3,4 juta bibit kopi. Asumsinya, setiap hektar ditanam 2.000 pohon. Oleh karena itu, dia bakal mendukung semua langkah dan keinginan petani untuk giat menanam kopi di lahan kritis milik PTPN VIII.
”Petani nantinya tidak perlu membayar sewa lahan. Hanya saja, setelah panen kopinya dijual kepada kami. Dijamin dibeli dengan harga pasar,” katanya.
Sementara itu, Komandan Sektor Pembibitan Satuan Tugas Citarum Harum Letnan Kolonel Choirul Anam mengatakan, pola tanam yang akan diterapkan kepada petani setempat adalah sistem tumpang sari 3 : 1. Satu meter untuk tanaman kopi dan tanaman buah sebagai tegakan, sedangkan tiga meter di sekelilingnya untuk sayuran.
Dia berjanji bakal mendampingi masyarakat, mulai dari menanam kopi hingga panen kelak.
Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Bumi Sangkuriang Endang Saheri (56) menyambut baik rencana itu. LMDH ini menaungi delapan kelompok tani di Desa Cikembang, Kecamatan Kertasari, yang mengelola lahan seluas 285 hektar. Endang berharap kopi bisa berkontribusi untuk Citarum yang lebih baik.