Asuransi Bumiputera dan Soeseno Tunggu Peninjauan Kembali
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkara wanprestasi PT Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 terhadap mantan Direktur Utama Soeseno HS hingga Jumat (11/1/2019) belum menemukan solusi. Kuasa hukum dari pihak masing-masing masih menunggu adanya sidang untuk peninjauan kembali.
Kuasa hukum Soeseno, Eggi Sudjana, menjelaskan, hal ini bermula dari komisi yang tidak dibayarkan oleh Asuransi Jasa Bersama (AJB) Bumiputera kepada Soeseno. Sejak tahun 2012, Soeseno berkontribusi dalam mencarikan nasabah untuk program Jasa Purna Bhakti kepada karyawan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas).
Dari perolehan premi senilai Rp 400 miliar, Soeseno berhak mendapat komisi sekitar 12,5 persen. Walau telah dibayarkan Rp 46 miliar hingga Rp 50 miliar, masih ada sekitar Rp 16 miliar yang tak kunjung dibayar. Pada 2016, Eggi mengajukan gugatan tersebut ke pengadilan.
”Jumlah yang tak kunjung dibayar tersebut kemudian bertambah saat mereka mengajukan banding, menjadi senilai Rp 19 miliar,” ujar Eggi.
Berkaitan dengan hal itu, Senin (7/1/2019), pihak Soeseno yang diwakili Eggi berusaha menyegel kantor pusat AJB di Jalan Wolter Monginsidi, Jakarta Selatan. Hal ini karena AJB Bumiputera tidak kunjung membayarkan sisa komisi tersebut.
Kuasa hukum AJB Bumiputera, Army Mulyanto, berusaha mengklarifikasi hal tersebut. Menurut dia, penyitaan aset oleh kuasa hukum Soeseno tidak tercantum dalam hasil putusan pengadilan.
Secara teknis, penetapan sita aset yang diatur dalam Surat Nomor 58/Eks.Pdt/2018.jo mengacu pada putusan pengadilan (Nomor 332/Pdt.G/2016) dan putusan tingkat banding (Nomor 194/PDT/2017/PT. DKI). Namun, dalam dokumen yang ditunjukkan Army, ketentuan mengenai sita aset gedung tidak dikabulkan oleh pihak pengadilan.
”Di sini kami mempertanyakan kembali bagaimana permohonan sita aset itu bisa keluar. Sebab, permohonan itu tidak dikabulkan pihak pengadilan, baik dalam putusan pengadilan hingga tingkat banding,” kata Army.
Pihak Army mengirimkan surat gugatan terkait hal tersebut pada Rabu (2/1/2019). Dalam surat itu, ia menegaskan agar tiap-tiap pihak mengikuti proses hukum hingga diputuskan kapan dijadwalkan sidang untuk peninjauan kembali (PK).
Kendati menunggu sidang PK, Eggi menyebutkan, semestinya jadwal sidang tidak berpengaruh terhadap penetapan sita jaminan. Sebab, Eggi tidak melihat komitmen pihak AJB Bumiputera untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
”Surat permohonan sita jaminan sudah ada sejak 14 November 2018. Kami tidak langsung tagih karena menimbang adanya pergantian direksi,” ucap Eggi saat dihubungi secara terpisah.
Dipidana
Eggi mengatakan, ada kemungkinan hal ini dapat dilanjutkan dari hukum perdata ke hukum pidana. Ia menilai, pihak direksi AJB Bumiputera dapat dikenai Pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Adapun pasal tersebut menyangkut penggelapan aset yang berkaitan dengan kewenangan seseorang atas suatu barang. Dalam aturan itu, disebutkan pelaku dapat dipenjara paling lama 5 tahun.
”Hal ini memungkinkan karena sebelumnya Ketua Badan Perwakilan Anggota AJB Bumiputera telah meminta direksi untuk membayar komisi tersebut. Alasan mereka tidak kunjung membayar ini perlu diperiksa lebih lanjut,” ucap Eggi.
Direktur Utama AJB Bumiputera Sutikno Widodo Sjarif tidak dapat dikonfirmasi terkait hal tersebut. Namun, Army mengatakan, pihak klien berupaya menuntaskan kewajiban tersebut sesuai proses hukum yang berlaku. (ADITYA DIVERANTA)