Permintaan Tumbuh, Layanan Komputasi Awan Gencar Dipasarkan
JAKARTA, KOMPAS — Layanan berbasis komputasi awan mulai gencar dipasarkan di Indonesia. Hal ini berjalan seiring dengan pergerakan adopsinya yang mengikuti tren transformasi digital di berbagai sektor industri.
Ketua Umum Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) Alex Budiyanto di Jakarta, Rabu (9/1/2019), mengatakan, sekitar 40 persen perusahaan berskala besar di kota besar diperkirakan telah mengadopsi layanan berbasis komputasi awan dengan kategori IaaS. Kondisi ini, menurut proyeksi Alex, akan terus berkembang seiring keinginan bertransformasi mengikuti tren digital.
”Perusahaan di kota besar umumnya sudah melek layanan berbasis komputasi awan. Misalnya, mereka paham bahwa sistem komputasi awan mampu mendukung efisiensi kegiatan operasional,” ujarnya.
Ada tiga kategori atau tingkatan usaha layanan berbasis komputasi awan,yaitu perangkat lunak sebagai layanan (SaaS), infrastruktur sebagai layanan (IaaS), dan platform sebagai layanan (PaaS). SaaS disediakan dalam bentuk perangkat lunak. Melalui SaaS, konsumen dapat mengakses perangkat lunak, seperti aplikasi, dengan mudah tanpa perlu menyediakan tempat penyimpanan fisik secara khusus.
PaaS hadir dalam wujud platform yang dapat dipakai konsumen menciptakan aneka aplikasi. Sementara IaaS berbentuk sumber daya infrastruktur komputasi awan yang lengkap, mulai dari server, jaringan, hingga pusat data.
”Edukasi mengenai layanan berbasis komputasi awan masih diperlukan sampai ke berbagai kota di Indonesia,” kata Alex.
Di ACCI terdapat 13 penyedia layanan berbasis komputasi awan, baik perusahaan asing maupun lokal. Sebagai contoh, IBM, Microsoft, dan Telkomsigma. Dia mengklaim, bisnis ketiga belas penyedia itu di Indonesia tumbuh positif.
Laku usaha layanan berbasis komputasi awan bisa menggunakan infrastruktur fisik pusat data pihak lain dan dapat pula memakai milik sendiri.
Berdasarkan data Ipsos Business Consulting, pertumbuhan pasar pusat data di Indonesia naik dua kali lipat sejak 2015 hingga 2018, yaitu dari 1,1 miliar dollar AS menjadi 2,3 miliar dollar AS pada tahun 2018.
Mengutip laporan riset Gartner yang dirilis 1 Agustus 2018, pasar komputasi awan kategori infrastruktur sebagai layanan (IaaS) di seluruh dunia tumbuh 29,5 persen atau naik dari 18,2 miliar dollar AS pada 2016 menjadi 23,5 miliar dollar AS pada 2017. Pertumbuhan ini didorong oleh migrasi penyimpanan di pusat data tradisional menuju komputasi awan kategori IaaS dan maraknya proyek transformasi digital di berbagai sektor industri.
Selama tahun 2017, pemain dominan komputasi awan kategori IaaS adalah Amazon, diikuti Microsoft, Alibaba, Google, dan terakhir IBM. Direktur Riset Gartner Sid Nag mengatakan, keempat penyedia itu memiliki strategi pemasaran yang kuat. Mereka menggarap peluang adopsi IaaS yang tengah dialami oleh organisasi perusahaan berskala besar di sejumlah negara.
”Sekitar 20 persen dari total anggaran teknologi informasi organisasi dipakai belanja komputasi awan. Banyak dari organisasi sekarang menggunakan komputasi awan untuk mendukung operasionalisasi dan kegiatan produksi,” ujar Sid.
Gartner menyebut sekitar 73 persen pangsa pasar IaaS global dimiliki oleh Amazon, Microsoft, Alibaba, dan Google. Keempatnya juga menguasai sekitar 47 persen pangsa pasar IaaS ditambah kategori jasa alih daya infrastruktur komputasi awan.
Kemarin, perusahaan komputasi awan milik Alibaba Group, yaitu Alibaba Cloud, mengumumkan telah membuka pusat data kedua di Indonesia. Alibaba Cloud General Manager of Singapore and Indonesia Leon Chen saat konferensi pers enggan menyebut lokasi spesifik. Dia hanya menegaskan, pihaknya bermitra dengan PT IndoInternet.
PT IndoInternet berperan sebagai penyedia infrastruktur fisik pusat data dan distributor. Sementara Alibaba Cloud menyediakan aneka kategori produk berbasis komputasi awan. Misalnya, IaaS dan solusi analitik.
Pemerintah mengingatkan agar penanaman modal itu turut memberikan nilai tambah terhadap perekonomian lokal.
Leon mengungkapkan, pusat data pertama di Indonesia dibuka pada Maret 2018. Konsep bisnisnya pun kemitraan dengan pemain lokal.
”Adopsi komputasi awan di negara kawasan Asia Tenggara mulai berjalan. Untuk Indonesia, kami mendapat banyak permintaan produk komputasi awan dari berbagai segmen pasar, mulai dari UMKM, perusahaan rintisan bidang teknologi, sampai korporasi. Maka, kami berinvestasi kedua kalinya di sini,” katanya.
Alibaba Cloud berdiri sejak tahun 2009. Hingga sekarang, kata Leon, jumlah pelanggan berbayar secara global telah mencapai satu juta organisasi.
Nilai tambah
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, yang hadir pada saat bersamaan, mengatakan, pemerintah terbuka terhadap perusahaan teknologi digital asing yang mau berinvestasi di Indonesia. Pemerintah mengingatkan agar penanaman modal itu turut memberikan nilai tambah terhadap perekonomian lokal.
Sebelumnya, pada awal November 2018, Kemkominfo menyampaikan telah melanjutkan rencana mengubah kebijakan mengenai kewajiban penempatan pusat data dan pusat pemulihan bencana di Indonesia. Kebijakan ini diatur dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Alasannya, banyak penyelenggara sistem dan transaksi elektronik, termasuk penyedia infrastruktur fisik pusat data dan komputasi awan, enggan mematuhi kewajiban itu.
Subtansi Pasal 17 itu diubah menjadi klasifikasi data elektronik berdasarkan urgensi penempatan pusat data atau pusat pemulihan bencana. Dalam perjalanan pembahasan draf hingga ke tingkat Sekretariat Negara terus mengalami kontroversi. Kabar terakhir menyebutkan, draf dikembalikan kepada Kemkominfo.
Rudiantara yang diminta konfirmasi mengenai kelanjutan kabar tersebut enggan menjawab. Dia malah berkomentar bahwa langkah Alibaba Cloud membuka pusat data kedua menunjukkan permintaan komputasi awan berdatangan dari organisasi di Indonesia.