JAKARTA, KOMPAS - Teror terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak akan mengganggu upaya pemberantasan korupsi oleh komisi antirasuah itu. Meski demikian, sejumlah teror yang dialami pimpinan, personel KPK, dan pegiat gerakan antikorupsi mesti diusut dengan tuntas.
Pengungkapan kasus-kasus teror itu dibutuhkan untuk menegakkan keadilan dan memberi efek jera agar kasus serupa tidak terulang di masa depan. Namun, selama ini, penanganan kasus terkait teror terhadap personel KPK ataupun pegiat antikorupsi itu tidak kunjung tuntas diungkap. Pengungkapan yang tak tuntas ini acap kali menimbulkan rumor yang berpotensi ditunggangi berbagai kepentingan.
KPK terus berkoordinasi dengan Kepolisian Negara RI yang tengah bekerja mengusut kasus teror, yang terakhir terjadi pada Rabu (9/1/2019) dini hari. Teror diarahkan ke rumah dua unsur pimpinan KPK, yakni Ketua KPK Agus Rahardjo serta Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
Teror itu menurut Agus tidak akan membuat takut KPK. ”KPK tidak takut dan tetap semangat bekerja,” ujarnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, jika dibutuhkan, keamanan personel KPK akan diperkuat.
Teror terhadap personel KPK dan pegiat antikorupsi bukan hanya kali ini terjadi. Pada April 2017, wajah penyidik KPK, Novel Baswedan, disiram air keras. Sebelumnya, pada 2010, pegiat gerakan antikorupsi, Tama S Langkun, juga dianiaya sejumlah orang tidak dikenal. Sejauh ini, teror semacam itu tidak menyurutkan upaya pemberantasan korupsi.
Pada pagi hari setelah rumahnya diteror, Agus Rahardjo dan Laode M Syarif juga tetap berangkat ke KPK untuk bekerja seperti biasa.
Hari ini lima unsur pimpinan hadir di kantor dan melaksanakan tugas masing-masing.
”Hari ini lima unsur pimpinan hadir di kantor dan melaksanakan tugas masing-masing. Kami juga melaksanakan tugas penindakan dan pencegahan sesuai dengan jadwal dan rencana,” kata Febri.
Teror
Di rumah Agus Rahardjo di Perumahan Graha Indah, Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, kemarin pagi, ditemukan benda yang diduga bom. Eman, penjaga rumah Agus menemukan benda itu tergantung di pagar rumah pada pukul 07.00. Benda itu berupa paralon dan ada di dalam sebuah tas hitam. ”Saya langsung lapor ke Polsek Jatiasih,” katanya.
Benda yang menyerupai bom paralon itu antara lain berisi baterai, serbuk putih, paku, dan kabel. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, semua elemen yang ada di dalam benda diduga bom itu tidak saling berkaitan sehingga tidak mungkin bisa menimbulkan ledakan. ”Kabel-kabelnya tidak berkaitan, tidak ada detonator, jadi fake bomb itu,” katanya.
Di hari yang sama, kediaman Laode M Syarif di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, dilempar bom molotov oleh orang tak dikenal. Kejadian ini mengakibatkan tembok atas garasi rumah terdapat noda hitam gosong akibat kobaran api.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono menjelaskan, rumah Laode dilempar dengan dua buah botol berisi bahan bakar yang dikonfirmasi sebagai bom molotov. Dari dua bom yang dilemparkan, hanya satu yang meledak.
Ketua RT setempat, Makmun Azhari (58), menuturkan, kompleks perumahan itu relatif aman. Kepolisian secara rutin berpatroli, baik menggunakan mobil maupun motor. Selain itu, juga ada petugas keamanan dari Kelurahan Kalibata.
Pada Selasa malam hingga Rabu pukul 01.00, ada beberapa pemuda duduk-duduk di warung kopi tak jauh dari rumah Laode. ”Kami nongkrong sampai pukul 01.00 dan tidak melihat adanya orang mencurigakan. Hanya ada warga sekitar yang lalu lalang untuk membuang sampah,” kata Ulul, seorang warga.
Di kompleks perumahan tempat tinggal Laode tidak dipasang kamera pemantau (CCTV). Sementara itu, empat CCTV di rumah Agus Rahardjo tidak berfungsi pada Rabu dini hari.
Namun, di kompleks perumahan tempat tinggal Laode tidak dipasang kamera pemantau (CCTV). Sementara itu, empat CCTV di rumah Agus Rahardjo tidak berfungsi pada Rabu dini hari.
Ferianto (54), tetangga Agus, mengatakan, empat kamera itu sengaja tidak difungsikan karena ada renovasi di rumah Agus. ”CCTV biasanya hidup setiap saat. Hanya sudah beberapa hari terakhir dimatikan karena ada renovasi,” ujarnya.
Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo belum berani menyimpulkan apakah peristiwa yang terjadi di rumah Agus dan Laode berkaitan atau tidak. ”Tim masih bekerja dan belum ada kesimpulan dari kasus itu,” katanya.
Terkait kemungkinan Polri akan memperkuat pengamanan di rumah pimpinan KPK, Dedi mengatakan, Polri bisa melakukannya jika ada permintaan dari KPK.
Sembilan
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap menuturkan, teror terhadap dua unsur pimpinan KPK itu merupakan ancaman berat terhadap upaya pemberantasan korupsi, sekaligus sebagai bentuk perang psikologis.
Dengan kejadian ini, sudah ada sembilan kali upaya teror atau penyerangan terhadap KPK. Delapan serangan teror itu antara lain berupa penyerbuan terhadap fasilitas KPK, ancaman bom ke Gedung KPK, teror bom ke rumah penyidik, serta penyiraman air keras ke rumah dan kendaraan milik pegawai KPK. Ada juga ancaman pembunuhan terhadap pegawai dan pejabat, perampasan perlengkapan penyelidikan, penculikan pegawai yang sedang bertugas, dan percobaan pembunuhan terhadap penyidik. Hingga saat ini, semua pelaku teror itu belum terungkap.
meminta pemerintah lebih serius menangani teror berulang tersebut. ”Eksistensi negara dalam pemberantasan korupsi sedang terancam. Persoalan ini sudah sangat keterlaluan,” ucapnya.
Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi mengatakan, polisi tengah menyelidiki kasus itu. Ia menegaskan, di negara demokrasi, seperti Indonesia, tidak boleh ada pihak-pihak yang melakukan upaya intimidasi kepada penegak hukum.