BEI Kaji Pasar Saham Alternatif untuk Perusahaan Rintisan
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bursa Efek Indonesia mempertimbangkan untuk menyediakan ekosistem bagi layanan urun dana penawaran saham untuk usaha rintisan. Bertambahnya alternatif instrumen investasi diharapkan dapat menjadi sumber bahan bakar baru pertumbuhan bisnis startup.
Layanan urun dana yang dipopulerkan dengan nama equity crowdfunding ini memungkinkan perusahaan-perusahaan rintisan atau startup sebagai penerbit untuk menggalang dana dari investor publik.
Jajaran direksi BEI mempertimbangkan layanan ini untuk masuk dalam kategori pasar perdagangan alternatif (PPA). Dalam layanan ini, BEI dapat berfungsi sebagai penyedia layanan untuk transaksi di pasar sekunder.
”Aturan ini memungkinkan hadirnya layanan urun dana alternatif bagi dunia usaha selain pasar modal yang kini ada,” kata Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia Hasan Fawzi di Jakarta, Kamis (10/1/2018).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan POJK Nomor 37/POJK.04/2018 tentang equity crowdfunding dan telah melewati proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Layanan ini dibedakan dengan penawaran umum saham yang dimaksud dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Dalam peraturan ini, penyelenggara layanan tidak harus BEI. Adapun total dana yang dihimpun penerbit maksimal hanya Rp 10 miliar. Proses penawaran paling lama adalah 12 bulan. Jumlah pemegang saham penerbit tidak lebih dari 300 pihak dengan modal disetor maksimal Rp 30 miliar.
Disebutkan juga dalam peraturan ini bahwa perusahaan efek dapat mengajukan diri untuk menjadi penyelenggara, sedangkan koperasi harus jenis koperasi jasa. Bursa Efek Indonesia melihat hal ini sebagai peluang yang memungkinkan BEI turut terlibat menjadi penyelenggara.
Hasan mengatakan, selama ini BEI sudah menyediakan layanan PPA untuk aktivitas transaksi efek di luar bursa, atau yang dikenal dengan over the counter (OTC). BEI pun saat ini tengah mempersiapkan electronic trading platform untuk pasar obligasi bersifat OTC.
BEI sudah menyediakan layanan PPA untuk aktivitas transaksi efek di luar bursa, atau yang dikenal dengan over the counter (OTC).
”Ada kemungkinan kita juga akan buat satu ekosistem sendiri yang mengarah pada pasar perdagangan alternatif, yang sebetulnya termasuk dalam perdagangan di luar biasa,” ujarnya.
Namun, Hasan menilai hal tersebut masih bersifat pembahasan dini. BEI tentu akan mengajukan permohonan izin kepada OJK seandainya memang terdapat kebutuhan dan permintaan tersebut yang datang dari pelaku pasar.
Deputi Pengawas Pasar Modal II OJK, Fakhri Hilmi, mengatakan bahwa setelah proses harmonisasi selesai, OJK dapat mulai menerima permohonan izin dari perseroan terbatas atau korporasi yang berminat menjalankan bisnis sebagai penyelenggara layanan urun dana ini.
Syaratnya, calon penyelenggara layanan itu harus memiliki modal disetor atau modal sendiri minimal Rp 2,5 miliar. Selain itu, harus tersedia juga sumber daya manusia yang memiliki keahlian dan/atau latar belakang di bidang teknologi informasi serta kemampuan untuk melakukan kaji ulang terhadap penerbit.
”Ini sama sekali hal baru, baik penyelenggara maupun penerbitnya harus dapat izin dari OJK. Kita baru akan mulai proses setelah aturan ini diharmonisasikan,” katanya.