Beijing memperingatkan Washington agar tidak menuntut terlalu banyak dalam negosiasi dagang keduanya. Kedatangan Pemimpin Korut Kim Jong Un menimbulkan spekulasi.
BEIJING, SELASA Peringatan itu disampaikan Global Times, sebuah surat kabar yang diterbitkan Partai Komunis China, Selasa (8/1/2019). Menurut Global Times, China merupakan negara yang kuat dan memiliki kebutuhan sendiri sehingga Washington ”tidak bisa mendorong China terlalu jauh” dan harus menghindari situasi yang ”di luar kendali” kedua pemerintah.
Kemarin menjadi hari kedua jalannya negosiasi perwakilan dua pemerintah. Sebagaimana dikutip Bloomberg dari sejumlah media di China, dilaporkan, Wakil Perdana Menteri China Liu He secara tidak terduga sebelumnya ikut hadir dalam negosiasi itu, khususnya pada hari pertama.
Kehadiran Liu yang notabene adalah salah satu penasihat utama di bidang perekonomian bagi Presiden China Xi Jinping itu menimbulkan spekulasi bahwa Beijing sangat berkepentingan dengan materi negosiasi kali ini. Salah satu sumber mengungkapkan, Liu juga dijadwalkan bertemu dengan perwakilan perdagangan AS, Robert Lighthizer, secara terpisah, waktu dan tempatnya, masih pada bulan ini.
Menurut Global Times, sekiranya diperlukan, pertumbuhan ekonomi China memungkinkan Beijing memboikot secara lebih intens di bidang perdagangan dengan AS. Hubungan komersial dan politik Beijing yang tumbuh dengan negara- negara lain di luar AS juga dinilai mempersulit Washington menemukan negara-negara Asia yang bersedia membantunya ”menahan China”.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump melancarkan perang dagang pada bulan Juli tahun lalu dengan menaikkan tarif barang-barang yang diimpor dari China. Hal itu dalam pandangan Washington sebagai balasan atas keluhan bahwa Beijing mencuri atau menekan perusahaan AS untuk menyerahkan teknologi mereka ke China.
Trump dan Xi sepakat pada 1 Desember lalu untuk menunda kenaikan tarif barang satu sama lain selama 90 hari, sebagai waktu untuk bernegosiasi lebih lanjut. Namun, kedua belah pihak tampaknya tidak bergerak, dan para ekonom mengatakan tiga bulan terlalu sedikit waktu untuk menyelesaikan masalah yang telah mengganggu hubungan AS-China selama bertahun-tahun.
Washington diketahui juga mendesak Beijing melakukan aneka perubahan rencana dan misinya. Hal itu termasuk menggulirkan kembali rencana-rencana untuk penciptaan yang dipimpin pemerintah dalam bidang robotika dan bidang lainnya. Eropa, Jepang, dan mitra dagang lainnya menggemakan keluhan Washington, mereka melanggar kewajiban pembukaan pasar di Beijing.
Para pejabat China telah menyarankan Beijing untuk mengubah rencana industri. Namun, mereka telah menolak tekanan untuk meninggalkan cetak biru mereka untuk kemakmuran yang lebih besar bagi China dan pengaruh global negeri itu. Mereka telah mencoba meredakan tekanan untuk perubahan yang lebih besar dengan menawarkan konsesi, termasuk membeli lebih banyak kedelai AS, gas alam, dan ekspor lainnya.
”China perlu mengalibrasi ulang kebijakan industrinya secara signifikan untuk sepenuhnya memenuhi tuntutan tim perdagangan AS,” kata Nick Marro dari Economist Intelligence Unit dalam sebuah laporan. ”Gerakan kebijakan terbatas yang kami lihat sejauh ini menunjukkan, kesepakatan untuk mengubah permainan tetap tidak mungkin,” ujarnya.
Spekulasi Kim
Di tengah keingintahuan publik atas proses dan hasil yang bakal dicapai dalam negosiasi China-AS, spekulasi baru muncul terkait kedatangan Pemimpin Korut Kim Jong Un ke Beijing. Pyongyang diperkirakan berkoordinasi dengan satu- satunya sekutu besarnya menjelang kemungkinan pertemuan baru antara Kim dan Trump. Para pejabat AS dan Korut dikabarkan telah bertemu di Vietnam, membahas lokasi pertemuan itu.
Juru bicara kementerian luar negeri China, Lu Kang, menolak anggapan bahwa kedatangan Kim ke Beijing menjadi penekan dalam negosiasi perdagangan. ”Posisi perdagangan China transparan dan pihak AS sangat menyadarinya,” kata Lu Kang. ”China tidak perlu taktik lain.” (AP/REUTERS/BEN)