JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah kembali membahas peta jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik tahun 2017-2019. Pembahasan kini terfokus pada integrasi data, sistem perpajakan, dan rencana pelaksanaan.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017, Peta Jalan Sistem Nasional Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (SPNBE) 2017-2019 berisi langkah-langkah pemerintah untuk mendorong percepatan dan pengembangan sistem perdagangan nasional berbasis elektronik, usaha pemula, pengembangan usaha, dan percepatan logistik yang terintegrasi.
Peta jalan SPNBE 2017-2019 mencakup program pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan dan sumber daya manusia, infrastruktur komunikasi, logistik, keamanan siber, dan pembentukan manajemen pelaksana.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, tidak ada yang berubah dalam peta jalan SPNBE 2017-2019. Pemerintah terus mengevaluasi agar langkah-langkah yang diambil sesuai rencana. Saat ini masih dalam proses pengumpulan data dan jenis usaha yang akan diintegrasikan dalam SPNBE.
“Kami masih mengumpulkan data, data usaha, usaha apa saja, termasuk penerbitan peraturan pemerintah (RPP) tentang transaksi perdagangan melalui sistem elektronik atau e-commerce,” kata Enggartiasto seusai rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Selain Enggartiasto, rapat koordinasi tertutup itu dihadiri Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf, dan Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Onny Widjanarko.
Rudiantara menambahkan, teknologi menjadi basis penting dalam sistem perdagangan. Peta Jalan SPNBE menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mengantisipasi perkembangan industri 4.0. Pemanfaatkan teknologi bisa meningkatkan daya saing industri untuk peningkatan ekspor.
Pemanfaatan teknologi secara bertahap diterapkan dalam sistem logistik melalui inovasi sistem manifes berbasis elektronik. Implementasi sistem baru dari Bea Cukai ini diharapkan dapat mengatasi persoalan waktu bongkar muat barang dan biaya logistik yang tinggi.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi mengatakan, pembangunan infrastruktur yang dibarengi implementasi sistem manifes berbasis elektronik akan menurunkan biaya logistik cukup signifikan. Biaya logistik kegiatan kepelabuhanan dan bandaran diperkirakan bisa turun 10-15 persen.
“Nilainya (pengurangan biaya logistik) tidak kecil, dan jika lanjutan akan terus bergulir dari biaya yang harus dikeluarkan saat ini,” kata Yukki.
Reformasi logistik memberikan kepastian bagi pelaku usaha dan pemerintah. Impelementasi sistem manifes berbasis elektronik juga membuka kesempatan Indonesia untuk masuk ke mata rantai pasok global. Di sisi lain, kemajuan teknologi membuka tantangan berupa perbatasan negara yang semakin bias apalagi setelah konektivitas ASEAN terwujud pada 2025.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani menambahkan, daya saing menjadi permasalahan utama Indonesia. Muara paling penting dari berbagai kebijakan yang diterbitkan pemerintah adalah implementasi. Pemerintah harus menjamin eksekusi di lapangan berjalan dengan baik agar posisi Indonesia di bidang konektivitas bisa lebih baik.