JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan mulai mengkaji penurunan Pajak Penghasilan atau PPh badan yang saat ini sebesar 25 persen. Penurunan PPh badan mesti dibarengi konsistensi reformasi perpajakan agar tidak berdampak negatif pada penerimaan dan rasio pajak.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi PPh badan dalam APBN 2018 mencapai Rp 255,37 triliun dari total penerimaan perpajakan Rp 1.521,4 triliun. Selain PPh badan, jenis pajak yang berkontribusi cukup besar terhadap penerimaan adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Rp 334,21 triliun dan PPN impor Rp 186,26 triliun.
Pemerintah menetapkan target pendapatan Rp 2.165,1 triliun di APBN 2019. Target pendapatan negara dalam APBN 2019 terdiri dari penerimaan perpajakan Rp 1.786,4 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 378,3 triliun, dan hibah sekitar Rp 400 miliar.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, pemerintah dapat menurunkan PPh badan apabila dasar pengenaan pajak (tax base) diperluas. Jika pengenaan pajak tidak diperluas, penurunan PPh bisa berdampak negatif pada penerimaan karena kontribusinya cukup besar.
Indonesia memiliki catatan negatif ketika tarif pajak diturunkan, rasio pajak dan penerimaan malah stagnan. Menurut Yustinus, situasi tersebut disebabkan tidak adanya perluasan basis pajak, kesadaran bayar pajak rendah, dan investasi baru belum signifikan. Di beberapa negara, penurunan tarif pajak justru meningkatkan rasio pajak.
”Reformasi perpajakan harus konsisten agar turunnya tarif berdampak positif ke penerimaan dan investasi,” kata Yustinus kepada Kompas di Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Tarif PPh badan di Indonesia memang lebih tinggi dibandingkan mayoritas negara-negara Asia Tenggara. Misalnya, PPh badan di Malaysia 24 persen, Vietnam 20 persen, Thailand 20 persen, dan Singapura 17 persen.
Pengurangan PPh badan memang akan memberi sinyal positif kepada investor dan pasar serta meningkatkan daya saing industri domestik. Meski demikian, penurunan PPh badan disarankan bertahap agar tidak berdampak signifikan terhadap penerimaan negara.
”Bisa turun dulu ke 22 persen selama dua tahun, lalu dievaluasi. Kalau positif, baru ke 17-18 persen,” ujar Yustinus.
Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah masih mengkaji penurunan PPh badan dengan melihat perbandingan antarnegara berkembang. PPh badan di Indonesia memang lebih tinggi daripada Singapura dan Malaysia, tetapi lebih rendah daripada Filipina yang sebesar 30 persen. Negara maju seperti AS menetapkan PPh badan sebesar 21 persen.
Pemerintah masih mengkaji penurunan PPh badan dengan melihat perbandingan antarnegara berkembang.
”Jadi, PPh badan 25 persen itu tidak terlalu tinggi, tetapi juga bukan paling rendah,” ucap Sri Mulyani.
Situasiglobal
Di tengah ketidakpastian global, sebagian besar negara menggunakan instrumen fiskal untuk menarik investasi portofolio dan penanaman modal asing. Namun, dalam pertemuan G-20, dijelaskan bahwa penurunan PPh badan secara kolektif kini bisa memicu perang tarif. Situasi ini akan memperburuk kondisi perdagangan internasional yang berimbas ke pertumbuhan ekonomi global.
Pemerintah, lanjut Sri Mulyani, memanfaatkan konsolidasi instrumen fiskal dan moneter dalam merespons ketidakpastian global. Penurunan PPh badan membutuhkan proses panjang karena harus mengubah undang-undang PPh badan, tidak bisa digantikan oleh instruksi presiden atau peraturan menteri keuangan.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani menambahkan, penurunan PPh badan dapat meningkatkan daya saing ekspor. Pelaku usaha mengusulkan penurunan PPh badan menjadi 17 persen sehingga bisa lebih bersaing dengan negara-negara ASEAN, terutama Singapura, yang selama ini jadi tempat bernaung wajib pajak nakal.
Menurut Rosan, penurunan PPh badan tidak menurunkan penerimaan perpajakan. Pelaku usaha justru semakin berdaya saing untuk meningkatkan produktivitas. Di sisi lain, investor asing akan tertarik masuk ke dalam negeri. ”Penurunan PPh badan menjadi wujud keseriusan pemerintah dalam melanjutkan reformasi perpajakan bagi dunia usaha,” ujarnya.