Kajian Patahan Aktif Menjadi Dasar Mitigasi
JAKARTA, KOMPAS – Jalur patahan Lembang di Jawa Barat telah dipetakan memotong bangunan rumah warga, bangunan pemerintah, dan sekolah, hingga instansi militer. Implementasi hasil kajian ke kebijakan dan tata ruang masih menjadi tantangan besar.
"Kami sudah berulangkali melakukan sosialisasi tentang keberadaan jalur sesar Lembang ini. Pada tahun 2016, kantor kami mengadakan acara rembuk yang mengundang berbagai pemangku yang daerahnya terkena jalur sesar ini, termasuk juga kepala desa, pemilik fasilitas pendidikan dan kantor pemerintahan," kata peneliti Pusat Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mudrik R Daryono, Selasa (8/1/2019), di Jakarta.
Mudrik R Daryono bersama Danny H Natadwidjaja, Benjamin Sapiie, dan Phil Cummins baru-baru ini menerbitkan penelitian tentang keberadaan sesar Lembang di jurnal internasional Tectonophysics. Kajian yang merupakan bagian dari disertasinya ini secara rinci berhasil membuktikan keaktifan, dan mendeskripsikan jalur patahan sepanjang 29 kilometer ini.
Menurut kajian Mudrik, sesar Lembang terbagi menjadi lima seksi, yaitu Seksi Cimeta, Seksi Cipogor, Seksi Cihideung, Seksi Gunung Batu, dan Seksi Cikapundung. Menurut Mudrik, peta jalur sesar aktif sesar Lembang ini, merupakan yang pertama kali dibuat secara detail di Indonesia.
"Seharusnya (kajian patahan aktif) bisa dipakai untuk tujuan mitigasi bencana gempa bumi. Minimal, bangunan yang dipotong jalur sesar ini dipindahkan," kata Mudrik.
Menurut Mudrik, di Amerika Serikat, area di kanan-kiri sekitar 15 meter dari jalur sesar aktif atau total 30 meter lebar tidak boleh dibangun. Sedangkan di New Zealand, lebar total yang dikosongkan 40 meter tidak boleh dibangun.
Belum ada aturan
Peneliti dari Pusat Studi Gempa Bumi Nasional (Pusgen) Rahma Hanifa mengatakan, secara nasional belum ada aturan mengenai larangan membangun di sekitar jalur patahan ini. "Namun, di Jawa Barat sebenarnya sudah ada Peraturan Gubernur yang melarang bangunan hingga 250 meter," kata dia.
Dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2016 disebutkan, setiap pembangunan di sekitar daerah risiko bencana, terutama di sekitar koridor Sesar Lembang, harus berdasarkan kajian mendalam terhadap risiko dan mitigasi bencana. Koridor bebas bangunan ini sebesar 250 meter kiri kanan Sesar Lembang.
Rahma mengatakan, berdasarkan diskusi para ahli di Pusgen, direkomendasikan zona aman di sekitar patahan yang sudah dipetakan dengan pasti jalurnya sekitar 15 meter. Namun, semakin belum jelas jalurnya zona aman semakin lebar, bisa 100 meter atau 200 meter.
Mudrik mengatakan, untuk jalur patahan Lembang yang sudah dipetakan dengan peta beresolusi hingga 90 sentimeter, zona aman bisa mengacu 15 meterdi kanan kiri.
"Saat ini dari pengamatan saya, orang yang punya lahan di sana mulai hati-hati dengan tidak membangun tembok tinggi. Namun, bangunan eksisting belum ada perubahan. Padahal, jalurnya banyak melalui bangunan rumah, juga bangunan publik milik pemerintah, termasuk militer. Memang dibutuhkan strategi dua arah, selain perubahan kebijakan, juga penyadaran kepada masyarakat," kata dia.
Menurut Mudrik, jalur-jalur sesar lain di Pulau Jawa yang telah diketahui juga aktif, seharusnya juga dipetakan dengan skala yang detil seperti dilakukan di sesar Lembang. Untuk itu dibutuhkan kajian-kajian lanjutan. "Beberapa jalur patahan ini secara jelas bisa diidentifikasi melalui kota, seperti sesar Semarang yang melalui pusat kota," kata dia.