Ekonomi Global Terkoreksi, Negara Berkembang Tingkatkan Kewaspadaan
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
WASHINGTON, RABU — Bank Dunia kembali mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3 persen menjadi 2,9 persen. Negara-negara berkembang diminta meningkatkan kewaspadaan agar tidak semakin kehilangan momentum pertumbuhan.
Dalam laporan Prospek Ekonomi Global 2019 yang baru dirilis Bank Dunia, Rabu (9/1/2019), pukul 09.00 WIB, situasi ekonomi global ”semakin suram”. Sebab, aktivitas manufaktur dan perdagangan internasional melambat, ketegangan perang dagang meningkat, dan mayoritas negara-negara berkembang mengalami tekanan signifikan di pasar keuangan.
Laporan itu juga menyebutkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju diperkirakan melambat menjadi 2 persen tahun 2019 dari 2,2 persen tahun 2018. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang hanya 4,2 persen, lebih rendah daripada proyeksi sebelumnya, yaitu 4,7 persen.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi global ini akan menyebabkan permintaan barang turun, biaya pinjaman naik, dan ketidakpastian kebijakan yang membebani prospek pasar negara-negara berkembang.
Selain itu, pertumbuhan komoditas ekspor juga diperkirakan stagnan, sementara kegiatan impor melambat. Pertumbuhan per kapita tak mampu memperkecil kesenjangan pendapatan antara negara maju dan negara berkembang yang sebesar 35 persen.
”Pada awal 2018 ekonomi global menembaki semua silinder, tetapi akan kehilangan kecepatan selama tahun ini dan dalam perjalanannya bisa semakin bergelombang di tahun depan,” ujar Chief Executive Officer Bank Dunia Kristalina Georgieva.
Georgieva menambahkan, ketika tantangan ekonomi dan keuangan meningkat di negara-negara berkembang, kemajuan dunia dalam mengurangi kemiskinan akan terancam. Untuk menjaga momentum pertumbuhan, setiap negara perlu meningkatkan investasi sumber daya manusia, mendorong pertumbuhan inklusif, dan membangun penduduk yang tangguh.
Para pemangku kebijakan di negara-negara berkembang perlu memprioritaskan kesiapan menghadapi kemungkinan tekanan pasar keuangan. Di sisi lain, penting juga membangun kembali penyangga kebijakan ekonomi makro yang tepat melalui peningkatan modal manusia, penghilangan hambatan investasi, serta pembangunan integrasi perdagangan multilateral.
Koreksiekonomi
Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, ketidakpastian global yang menyelimuti tahun ini berpotensi mengoreksi sejumlah asumsi makro dalam APBN 2019. Tekanan ekonomi global menjadi faktor dominan yang dapat memicu volatilitas perekonomian domestik yang berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.
”Dalam asumsi APBN 2019 disebutkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen. Namun, kami melihat ada kemungkinan risiko asumsi pertumbuhan itu meleset, tapi paling tidak tetap di atas 5 persen,” kata Sri Mulyani dalam paparan proyeksi perekonomian Indonesia 2019 di Jakarta, Selasa.
Asumsi nilai tukar rupiah sebesar Rp 15.000 per dollar AS dan harga minyak dunia 70 dollar AS per barel. Asumsi itu masih bisa berubah tergantung pada situasi ekonomi global. Pada akhir 2018, Kepala Bank Sentral AS (The Fed) Jerome Powell memberikan sinyal dovish (berhati-hati dan tidak mau mengambil risiko terlalu tinggi) bahwa kenaikan suku bunga acuan tahun ini tidak seagresif tahun lalu. Meski demikian, banyak kemungkinan tak terduga yang akan terjadi sepanjang tahun 2019.