JAKARTA, KOMPAS — Ajang lari Borobudur Marathon yang diselenggarakan Bank Jateng bersama harian Kompas semakin mendapatkan pengakuan. Majalah daring komunitas lari nasional Run Hood menobatkan Borobudur Marathon sebagai ajang half marathon terbaik tahun 2018, maraton terbaik tahun 2018, dan medali terbaik tahun 2018.
Kesuksesan Borobudur Marathon itu memperpanjang berita baik tentang ajang tersebut. Sebelumnya, Kementerian Pariwisata memasukkan Borobudur Marathon sebagai 10 besar ajang pariwisata nasional, di urutan kelima.
Kendati demikian, segala kesuksesan tersebut belum menjamin Borobudur Marathon bisa beranjak sebagai ajang lari skala internasional. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi jika ingin ajang itu diakui komunitas lari internasional.
Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo di Jakarta, Selasa (8/1/2019), mengatakan, semua pengakuan itu adalah kebanggaan bagi penyelenggara Borobudur Marathon. Hal itu akan menjadi pelecut semangat penyelenggara untuk membuat Borobudur Marathon terus menjadi lebih baik lagi.
Di sisi lain, penyelenggara juga tidak ingin terbuai karena mereka punya impian meningkatkan popularitas Borobudur Marathon sebagai ajang lari skala internasional. Walaupun sulit, hal itu bisa terwujud apabila semua pemangku kepentingan mau bekolaborasi untuk bersama-sama meningkatkan taraf kualitas Borobudur Marathon.
Saat ini, hal utama yang harus dibenahi Borobudur Marathon agar bisa mencapai taraf internasional, antara lain, jalan atau jalur lomba harus lebih lebar, jalan harus benar-benar steril dari aktivitas masyarakat, ada dukungan penginapan yang bisa menampung 20.000-30.000 peserta, mengundang para pelari dunia, dan tentu meningkatkan nilai hadiah.
Semua itu bisa terwujud apabila penyelenggara didukung pemangku kepentingan, khususnya pemerintah pusat dan daerah. ”Borobudur Marathon punya modal besar. Di sini ada Candi Borobudur yang terkenal di seluruh dunia. Alamnya juga indah,” ujar Budiman.
Ketua Yayasan Borobudur Marathon Liem Chie An mengatakan, dirinya punya mempunyai mimpi agar Borobudur Marathon setidaknya bisa menjadi seperti Tokyo Marathon yang notabene salah satu seri maraton dunia. Untuk itu, dirinya siap mengajak penyelenggara bersama-sama belajar dari Tokyo Marathon. ”Kita tidak boleh malu meniru Tokyo Marathon sebab kita perlu belajar dari mereka yang sudah sukses,” katanya.
Senada dengan Budiman, Liem menyampaikan, penyelenggara memang perlu dukungan dari pemerintah untuk mewujudkan Borobudur Marathon menjadi ajang lari berskala dunia. Saat ini, dukungan dari pemerintah provinsi sudah sangat baik, tetapi pemerintah kabupaten belum. Padahal, sejumlah jalur Borobudur Marathon melalui jalan desa yang sempit.
Adapun penyelenggara berencana mengubah jalur lomba yang sudah ada. Mereka berniat mencari jalan yang lebih lebar sehingga bisa menampung peserta lebih banyak dengan tidak mengurangi kualitas lombanya. ”Tetapi, ini harus bertahap. Jalur sekarang sudah dapat sertifikat untuk lima tahun ke depan. Sekarang, baru tahun kedua sertifikat itu berlaku. Mungkin, pada tahun keempat, kami sudah harus menyiapkan jalur baru,” kata Liem.
Penggiat lari Agus Hermawan mengungkapkan, selain meningkatkan keamanan dan kenyamanan pelari, penyelenggara patut memperhatikan kepentingan-kepentingan lain. Setidaknya, Borobudur Marathon harus memastikan bisa memberikan nilai tambah untuk peningkatan ekonomi daerah setempat, memberikan nilai untuk dunia pariwisata, dan juga melahirkan atlet lari nasional.
Agus menyampaikan, penyelenggara juga patut berpikir realistis. Saat ini, yang paling ideal untuk Borobudur Marathon adalah menjadi ajang lari wisata dunia. Kendati demikian, kualitas Borobudur Marathon sebagai lomba lari tetap harus diutamakan.
Pada 2018, Borobudur Marathon sudah menerapkan batasan waktu finis (cut of time) yang ketat. Hanya pelari yang berhasil menyelesaikan finis di bawah waktu yang ditentukan yang bisa mendapatkan jersey dan medali. Banyak pelari keberatan. Namun, ketentuan itu justru membuat Borobudur Marathon punya level tinggi.
Sebab, pelari akan berlatih lebih keras ketika ikut Borobudur Marathon. ”Ketentuan itu patut terus dijaga dan ditingkatkan mutunya pada penyelenggaraan-penyelenggaraan berikutnya,” kata Agus.