JAKARTA, KOMPAS – Langkah memperkuat aparatur pengawas internal pemerintah atau APIP melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah tinggal menunggu sikap Presiden. Revisi itu akan memperbesar kewenangan APIP dan diyakini dapat mencegah potensi korupsi di daerah sebesar 30 persen.
Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri Sri Wahyuningsih, Selasa (8/1/2019) di Jakarta mengatakan, naskah revisi PP 18/2016 telah selesai diharmonisasi oleh Kementerian Hukum dan HAM sejak 12 Desember 2018 lalu. Tidak lama setelah itu, naskah final langsung dikirim ke Presiden.
"Sekarang naskah revisi PP di Presiden, tinggal menunggu ditandatangani saja. Kami akan pantau terus karena bagaimana pun kami juga berharap cepat (ditandatangani) tetapi bagaimana pun, kan, kami tidak bisa memaksa beliau," ujar Sri.
Upaya penguatan APIP melalui revisi PP 18/2016 merupakan hasil koordinasi antara Kemendagri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), serta Komisi Pemberantasan Korupsi. Revisi PP dinilai lebih cepat daripada menunggu pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (RUU SPIP) yang selalu gagal masuk dalam Program Legislasi Nasional tahunan sejak 2015 sampai 2019.
Sri menjelaskan, dalam revisi PP 18/2016 nanti, kewenangan APIP akan jauh lebih besar. Jika APIP sebelumnya bertanggungjawab kepada kepala daerah, maka nanti mereka sepenuhnya ada di bawah pemerintah pusat, dalam hal ini Mendagri.
Adapun, pengangkatan dan pemberhentian APIP harus sepengetahuan atau harus mendapatkan izin dari Mendagri. Selain itu, pelaporan dugaan tindak pidana korupsi juga harus melalui Mendagri.
"Dengan revisi PP 18/2016 dan pelaporan harus melalui Mendagri akan menjadikan mereka (kepala daerah) tidak main-main karena apa adanya laporan ini, tidak ada intervensi dari kepala daerah," tutur Sri.
Peningkatan kapabilitas
Secara terpisah, Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kemenpan dan RB Muhammad Yusuf Ateh menambahkan, peningkatan eselon bagi APIP agar setara sekretaris daerah atau golongan IA dibatalkan karena hal itu tak menjamin independensi APIP. Solusi lain adalah peningkatan gaji atau tunjangan, tetapi tetap harus diiringi dengan peningkatan kapabilitas.
"Yang tidak dipenuhi soal eselonisasi karena tak ada kaitannya independensi dengan eselonisasi. Tetapi, grade atau gajinya harus setingkat dengan sekretaris daerah. Juga diikuti dengan peningkatan kapasitas, telah diatur juga masalah sertifikasi. Posisi dia terhormat, di atas kepala dinas," kata Ateh.
Menurut Ateh, sertifikasi APIP menjadi pekerjaan rumah yang sangat krusial karena mayoritas kapabilitas APIP masih kurang. Dari level 1 hingga 5, rata-rata kapabilitas APIP saat ini berada di level 2.
"Masalah ini kompleks, pembenahan juga harus kompleks. Nanti sertifikasi akan lebih digencarkan lagi oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)," tutur Ateh.
Ateh meyakini, apabila PP itu dilaksanakan dengan baik, setidaknya potensi korupsi di daerah dapat diminimalisir hingga 30 persen. "Dampaknya akan sangat baik. Kalau (PP) ini jalan, minimal 30 persen masalah bisa terselesaikan. Minimal, kalau katakan korupsi dari tingkat 1 hingga 10, minimal dari tingkat 4 sudah bisa kita jaga," ujarnya.