JAKARTA, KOMPAS — Komoditas pertanian buah dan sayur dinilai masih memiliki sejumlah tantangan untuk tumbuh di tahun 2019. Butuh penanganan dari level kebijakan untuk turut dapat mendorong kegiatan ekspor.
Ekonom Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin, saat dihubungi Kompas di Jakarta, Senin (7/1/2019), mengatakan ekspor komoditas buah dan sayur mengalami permasalahan yang sama dari tahun ke tahun. Hal yang paling urgen yaitu kebijakan untuk mengembangkan standardisasi kualitas produk ekspor.
"Perlu standar khusus untuk menjaga kualitas produk akhir, hingga ditentukan layak ekspor oleh negara importir," kata Bustanul.
Ia mengatakan, ekspor untuk komoditas itu dikenakan dalam bentuk Free on Board (FOB), yakni eksportir menanggung biaya angkut hingga ke pelabuhan. Kemudian, biaya antar hingga ke negara tujuan ditanggung oleh negara importir.
Menurut dia, hal itu jangan sampai membebani pihak eksportir hingga dua kali. Sebab, setelah terkena aturan perdagangan di dalam negeri, pengusaha selanjutnya harus tunduk pada peraturan dan ketentuan dari negara tujuan.
Kepala Pusat Kepatuhan, Kerja Sama dan Informasi Badan Karantina Pertanian (Barantan), Arifin Tasriff, mengatakan ada upaya untuk mendorong ekspor sayur dan buah tahun ini. Ia optimis atas capaian komoditas ekspor di tahun lalu, yaitu pada perjanjian kerja sama ekonomi dengan Australia dan Chili.
Sejauh ini, ada 16 kebijakan Sanitary and Phytosanitary (SPS), atau pengawasan kualitas komoditas ekspor pertanian yang disepakati antar negara. Dari jumlah itu, ada perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), yang perjanjian SPS-nya telah memasuki tahap akhir.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Indonesia, Hendra Juwono, mengatakan terbantu dengan langkah pemerintah sejauh ini. Namun, menurut dia, masalah mengenai pasokan komoditas dan keberadaan tengkulak juga menjadi hal yang perlu ditangani.
Selain itu, menurut dia, potensi dari komoditas buah tropis perlu lebih dikembangkan. Sebagai contoh, buah nangka dan jeruk purut diminati di sejumlah negara tertentu.
Seorang eksportir jeruk purut, Indah Sofianti, mengatakan dapat memasok 1 ton jeruk purut ke Perancis setiap minggu. Jeruk purut di sejumlah negara dimanfaatkan sebagai bahan untuk kue dan obat.
Bustanul mengatakan, potensi tersebut dapat didukung dengan keaktifan pemerintah menjalin kerja sama internasional. Aturan yang berlaku di luar negeri, juga perlu dipelajari dan disampaikan kepada pengusaha eksportir.
"Kemitraan ini perlu dibangun secara intens. Kalau dirasa terlalu berat, negosiasi semestinya bisa dilakukan lewat kedutaan besar negara mitra di Indonesia," kata Bustanul. (ADITYA DIVERANTA)