Tak Hanya Dilatih, Narapidana Bisa Memperoleh Sertifikat
Oleh
A Ponco Anggoro
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pelatihan kepada narapidana agar memiliki bekal saat keluar penjara, tetap menjadi fokus Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di 2019. Yang terbaru, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, memberikan pelatihan dasar konstruksi. Tak sebatas itu, peserta akan memperoleh sertifikat.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (PAS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Sri Puguh Budi Utami mengatakan, pembinaan kepada narapidana tidak semata agar mereka tak lagi melanggar hukum. Pembinaan juga dengan cara memberikan bekal keterampilan.
"Ini juga penting agar mereka memiliki kemampuan untuk melanjutkan hidup setelah keluar dari pemasyarakatan," katanya saat dihubungi pada Senin (7/1/2019).
Beragam bidang pelatihan yang telah diberikan kepada narapidana selama ini, seperti pelatihan di bidang industri, jasa, pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Pelatihan keterampilan untuk narapidana bahkan telah menuai hasil, produk layak ekspor. Ada 11 lembaga pemasyarakatan sudah mengekspor hasil karyanya ke beberapa negara, antara lain mebel dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Porong ke Eropa, kerajinan kayu Lapas Banyuwangi ke Jepang dan Korea, kerajinan kulit ke Dubai, serta kursi rotan sintetis ke Eropa (Kompas, 9/7/2018).
Yang terbaru, pelatihan di bidang konstruksi. Melalui pelatihan ini, narapidana bisa menjadi tukang batu, tukang kayu, dan bangunan umum.
Sejak akhir 2018, Direktorat Jenderal PAS Kemkumham bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), memberikan pelatihan tersebut. Setelah mengikuti pelatihan, mereka akan mengikuti uji kompetensi. Jika lulus, mereka akan memperoleh sertifikat.
"Jumlah narapidana yang telah mendapatkan sertifikasi sebagai tukang, bekerja sama dengan Kementerian PUPR, sebanyak 2.037 orang dari 25 lembaga pemasyarakatan di berbagai provinsi," kata Sri.
Pada 2019, pelatihan serupa akan ditargetkan pada sekitar 24.000 narapidana yang berada di 44 lembaga pemasyarakatan.
Narapidana yang bisa mendapatkan pelatihan keterampilan adalah narapidana yang dinilai berkelakuan baik selama menjalani masa tahanan. Selain itu, narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa tahanan atau akan dinyatakan bebas kurang dari setahun. Pelatihan juga bisa diambil oleh narapidana yang telah menerima pembebasan bersyarat.
Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Bina Konstruksi Kementerian PUPR Dewi Chomistriana menjelaskan, sertifikat yang diberikan kepada mereka yang mengikuti pelatihan konstruksi, adalah sertifikat keterampilan kelas III.
"Keterampilan kelas III ini merupakan pekerja dengan kategori mempunyai kemampuan melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), menyiapkan material dan peralatan kerja, dan melaksanakan pekerjaan yang dapat menjadi modal awal untuk menjadi pekerja konstruksi," tambahnya.
Remisi meningkat
Sri Puguh mengklaim, pembinaan, termasuk di dalamnya pelatihan, kepada para narapidana selama ini, berhasil. Indikatornya, dari meningkatnya remisi yang diberikan setiap tahunnya. Jumlah remisi ini menjadi indikator karena remisi hanya diberikan kepada narapidana yang berkelakuan baik, diantaranya mereka yang ikut serta dalam program pembinaan.
Di 2018, remisi diberikan kepada 102.976 narapidana. Adapun di 2017, remisi diberikan kepada 92.816 narapidana.
Wakil Direktur Center for Detention Studies Gatot Goei mengingatkan, pentingnya pembinaan, termasuk pelatihan keterampilan, agar para narapidana setelah menjalani masa hukumannya, tidak kembali melakukan tindak pidana dan masuk kembali ke penjara.
"Kebanyakan mereka yang kembali lagi ke lapas atau rutan adalah yang tidak punya keterampilan kerja sehingga mereka kembali melakukan perbuatan kriminal," tambahnya.
Selain itu, yang penting juga, masyarakat memberi ruang bagi para mantan narapidana, agar bisa kembali hidup dan berkarya di tengah masyarakat. Sebab, stigma yang sering dilekatkan masyarakat kepada mereka, seringkali membuat mereka merasa tidak diterima masyarakat, sehingga kerap mendorong mereka untuk kembali berbuat kriminal. (ERIKA KURNIA)