Rawan Gempa, DKI Susun Antisipasi Melalui Perda RTRW 2030
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Terletak di wilayah rawan bencana, salah satunya rawan gempa, Pemprov DKI sudah menyusun antisipasi mitigasi dan menuangkannya ke dalam peraturan daerah. Infrastruktur publik, salah satunya MRT Jakarta, sudah menyesuaikan rancangan infrastrukturnya dengan aspek kegempaan itu.
Benni Agus Candra, Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta, Senin (07/01/2019) menjelaskan, di dalam Peraturan Daerah No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 sudah mengatur tentang aspek kerawanan bencana, salah satunya kawasan rawan bencana geologi. Kawasan rawan bencana geologi itu salah satunya adalah kawasan rawan gempa bumi.
Dalam Perda No.1 Tahun 2012 itu ditetapkan kawasan peruntukan kawasan evakuasi bencana. Ketentuannya, kawasan itu memiliki luas minimum 1.000 meter persegi dan diprioritaskan pada kelurahan rawan bencana, lokasi mudah diakses dari kawasan rawan bencana, relatif aman saat mengalami bencana, dapat dijangkau angkutan umum, tersedia utilitas dan sarana yang memadai, dan merupakan bagian dari fasilitas sosial atau fasilitas umum.
Di dalam pasal 77 disebutkan, lokasi kawasan evakuasi bencana utama diarahkan di kawasan Monumen Nasional, Gelora Bung Karno Senayan, Ancol, Islamic Centre, Taman Mini Indonesia Indah, kawasan pusat pemerintahan, kawasan pemakaman, dan kawasan rekreasi lainnya.
Untuk jalur evakuasi bencana adalah jaringan jalan yang dilalui Transjakarta, jalan arteri menuju lokasi kawasan evakuasi bencana utama (Monumen Nasional, Gelora Bung Karno, Ancol, Islamic Centre, TMII), dan menuju fasilitas vital seperti Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Halim Perdana Kusuma.
Untuk infrastruktur bangunan, lanjut Benni, dinas cipta karya juga menyusun pedoman perencanaan struktur bangunan dimana kegempaan menjadi salah satu pertimbangan. "Selain desain, struktur bangunan juga harus lolos pengkajian tim ahli bangunan gedung - struktur dan geoteknik (TABG - SG) dimana soal ketahanan struktur terhadap gempa pasti menjadi pertimbangan," jelas Benni.
Terkait bangunan atau infrastruktur yang memperhatikan aspek kegempaan, salah satunya adalah moda raya terpadu (MRT) Jakarta.
Silvia Halim, Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta menjelaskan secara desain, struktur MRT Jakarta sudah dirancang disesuaikan dengan resiko gempa. Mengikuti SNI 2012, struktur MRT Jakarta pada dasarnya didesain untuk ketahanan gempa hingga 8 Skala Richter.
"Ini yang sempat membuat proses desain MRT Jakarta di awal proyek memakan waktu. Karena ketika itu kita harus mengubah desain yang memenuhi aspek kegempaan tersebut," jelasnya.
Karena ada perubahan peraturan tentang gempa itu yang disesuaikan dalam desain, struktur MRT jadi lebih kuat dan berdaya tahan. Selain struktur, untuk mendukung operasional, sesuai prosedur standar operasi (SOP), MRT juga tengah menyiapkan response atas kondisi darurat (Emergency Response) dan rencana keberlangsungan bisnis (Bussiness Continuity Plan) terhadap potensi bencana gempa itu.
"Ini untuk menjaga keselamatan penumpang dan staff, serta meminimalkan kerusakan bangunan, kerugian, serta korban apabila terjadi bencana saat operasi. Langkah ini diambil juga agar layanan operasional dapat pulih dalam waktu sesingkat mungkin," jelasnya.
Silvia menambahkan, "SOP sedang difinalkan, staff MRT akan dilatih dan nanti kita akan lakukan pelatihan saat darurat (emergency exercise) bersama instansi terkait sebelum mulai operasi."
Jupan Royter Sahalatua, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta menjelaskan, untuk antisipasi kegempaan itu BPBD DKI terus berkoordinasi dengan BMKG. Belajar dari gempa 2017, juga sejumlah kegempaan lainnya, BPBD DKI menyusun program antisipasi melalui sekolah-sekolah. BPBD mengedukasi dan melatih siswa-siswa cara-cara berlindung dan atau menyelamatkan diri saat ada gempa. BPBD DKI juga melakukan pelatihan kepada perusahaan-perusahaan.
"Kalau sekolah di 2018 ada 50-an sekolah berbagai tingkatan yang sudah kita latih. Sskarang kita masih merekap data sekolah yang membuat permintaan pelatihan," jelas Jupan.
BPBD DKI juga bekerja sama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Akan ada pemasangan 40 alat deteksi gempa di sejumlah tempat di Jakarta.
"Pada Desember 2018 lalu kami sudah rapat koordinasi dengan BMKG. Rencananya alat deteksi gempa akan dipasang di titik-titik kelurahan, kecamatan, juga puskesmas pada Januari 2019 ini. Kami juga minta alat itu dipasang di balaikota. Saat ini BMKG masih memastikan koordinat lokasi pemasangan," jelas Jupan.