Angin segar menyapa ekonomi Indonesia awal tahun ini. Dana asing mengalir masuk melalui surat berharga negara, sehingga memperkuat nilai tukar rupiah.
Bank Indonesia (BI) mencatat, sepanjang pekan lalu, pemerintah mengantongi penawaran surat berharga negara (SBN) lebih dari Rp 50 triliun. Nilai itu lebih besar dari target indikatif, kendati nilai yang dimenangkan sebesar Rp 28,2 triliun.
Hal itu memperkuat posisi rupiah terhadap dollar AS, meskipun rupiah sempat sedikit melemah pada hari kedua tahun ini. BI segera meredam dengan membuka dua kali transaksi DNDF. Pada Kamis dan Jumat pekan lalu, volume transaksi DNDF masing-masing sebesar 174 juta dollar AS dan 77 juta dollar AS.
Jakarta Interbanks Spot Dollar Rate mencatat, rupiah berada pada posisi Rp 14.350 per dollar AS pada Jumat pekan lalu. Sebelumnya, berturut-turut rupiah berada pada posisi Rp 14.465 per dollar AS dan Rp 14.474 per dollar AS.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali 2019 secara positif. Pada Rabu pekan lalu, IHSG dibuka hijau, menguat 5,98 poin (0,09 persen) ke level 6.200. Selama pekan lalu, IHSG menguat 1,29 persen. Pada penutupan akhir tahun lalu, IHSG bergerak kurang menggembirakan, ditutup pada posisi 6.194.
Pada tahun ini, ketidakpastian ekonomi global masih berlanjut kendati mulai muncul beberapa faktor positif. Bank Sentral AS, The Fed atau Federal Reserve, mulai melunak. Pelaku pasar, ekonom, dan otoritas moneter memperkirakan The Fed akan menaikkan satu hingga dua kali suku bunga acuannya, Fed Fund Rate (FFR).
Di sisi lain, optimisme terhadap penyelesaian perang dagang AS-China pada tahun ini menguat. Hal itu menyusul pelemahan sektor manufaktur kedua negara itu semakin menguat.
Apabila tidak segera diselesaikan, pertumbuhan ekonomi AS dan China akan melemah, serta gangguan terhadap perdagangan global akan terus berlanjut. AS dan China diperkirakan akan menuntaskan perang dagang itu pada Maret 2019.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah menyatakan, pada awal tahun ini data ekonomi, khususnya sektor manufaktur di AS, China, Perancis, Jerman, dan Spanyol, memburuk. Itu merupakan dampak negatif dari pelemahan kegiatan perdagangan antar negara.
Terhentinya layanan pemerintahan AS dari akhir tahun lalu hingga awal tahun ini juga dikhawatirkan berbagai kalangan. Jika "shutdown" itu berkepanjangan, kegiatan konsumsi dan kemerosotan harga saham AS memperlambat pertumbuhan ekonomi AS.
Populasi China
Sementara, ekonomi China diperkirakan tumbuh lambat sebesar 6,5 persen pada tahun ini. Lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tumbuh 6,6 persen. China juga mulai memasuki fase krisis demografi. Memasuki 70 tahun sejak berdirinya China Baru pada 1949, populasi China berkurang untuk pertama kali, sehingga akan berdampak pada perekonomian China ke depan.
Peneliti Universitas Wisconsin-Madison, Yi Fuxian, menunjukkan, angka kematian pada 2018 sekitar 11,58 juta dan total populasi menurun sebanyak 1,27 juta. Beberapa kalangan menyebutkan, penurunan populasi pada tahun lalu juga berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan ekonomi China.
Pemangku kepentingan terkait diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi dan mengantisipasi berbagai tantangan itu. Pekerjaan rumah kita terbesar diharapkan benar-benar digarap pemangku kepentingan terkait pada tahun ini secara bertahap.
Pekerjaan rumah itu terutama mengurangi defisit transaksi berjalan dalam neraca pembayaran. Kebergantungan pembiayaan dari dana asing perlu dikurangi dan kebijakan pengendalian impor perlu dilanjutkan.
Selain itu, realisasi penggunaan uang lokal dalam transaksi perdagangan internasional perlu dioptimalkan. Indonesia sudah menjalin kerja sama bilateral di sektor moneter dengan sejumlah negara, seperti Malaysia, Thailand, dan China.
Sedikit meredanya tekanan global menjadi momentum bagi Indonesia memperbaiki diri. Semoga momen itu tidak terlewatkan di tengah-tengah arus tren unjuk gigi berbagai kalangan di tahun politik.