Rekrutmen Program Kuliah-Magang Taiwan Diduga Bermasalah
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses rekrutmen mahasiswa yang mengikuti program kuliah-magang di universitas-universitas Taiwan diduga bermasalah. Proses rekrutmen menggunakan agen yang tidak kompeten. Mahasiswa menjadi pihak yang paling dirugikan.
Masalah perekrutan ditemukan melalui investigasi yang dilakukan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Taiwan dan Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei. Investigasi dilakukan terhadap mahasiswa-mahasiswa di enam universitas yang memiliki program kuliah-magang dengan fokus menjaring pelajar asal Indonesia.
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Taiwan Sutarsis saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (6/1/2018), menyampaikan, permasalahan yang paling sering ditemukan adalah universitas pilihan kerap berubah tanpa sepengetahuan calon mahasiswa.
”Pengaturan pemilihan jurusan dikendalikan pihak ketiga sehingga ditemui jurusan yang dipromosikan oleh pihak ketiga tidak sesuai dengan jurusan yang ada di universitas. Mahasiswa terpaksa mengambil jurusan yang tidak diminati dan tidak sesuai dengan minat di sekolah,” kata Sutarsis.
Mahasiswa juga tidak menerima penjelasan yang memadai tentang pembiayaan kuliah, sistem pendidikan, serta mekanisme dan pelaksanaan magang. Agen juga menjanjikan beasiswa dan subsidi biaya kuliah. Tetapi, kenyataannya tidak semua angkatan mendapatkan bantuan yang dijanjikan.
Tidak hanya itu, mahasiswa juga membayar biaya agen yang bervariasi. Kisaran biaya dapat mencapai Rp 10 juta-Rp 40 juta. Biaya-biaya itu digunakan untuk persiapan bahasa atau matrikulasi, pengurusan dokumen, dan pemberangkatan. Namun, mereka tidak mendapatkan penjelasan yang memadai mengenai komponen pembiayaan tersebut.
”Dampak dari ketidakjelasan itu salah satunya adalah ketidaksiapan atau kesulitan finansial,” ucapnya.
Investigasi itu menemukan, pada semester pertama dan kedua, sejumlah mahasiswa dari beberapa universitas diketahui mengikuti kegiatan perkuliahan selama dua hari untuk tiga mata kuliah dengan durasi 3,5 jam per hari. Tiga hari lainnya dihabiskan untuk magang di perusahaan industri yang terdiri dari delapan jam kerja per hari.
Mereka wajib lembur rata-rata empat jam per hari. Padahal, dikutip dari Taiwan News, Kementerian Pendidikan Taiwan melarang mahasiswa tahun pertama untuk melakukan pemagangan.
Selain itu, mahasiswa semester ketiga dan seterusnya ada yang diketahui hanya mengambil perkuliahan selama satu hari, tepatnya empat mata kuliah dengan durasi sembilan jam. Mereka harus menghabiskan waktu magang selama empat hari dalam satu minggu, terdiri dari delapan jam kerja per hari.
Dengan kata lain, mereka bekerja selama 32 jam per minggu. Adapun Direktur Departemen Teknologi dan Pendidikan Vokasional Kementerian Pendidikan Taiwan Yang Yu Hui dalam Taiwan News menyampaikan, setelah tahun pertama, mahasiswa tidak boleh bekerja lebih dari 20 jam per minggu berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan di Taiwan.
Dua hari sebelumnya, dalam konferensi pers, Pemimpin Kantor Perdagangan dan Ekonomi Taiwan (TETO) John C Chen telah membantah keras adanya eksploitasi mahasiswa yang mengikuti program kuliah-magang di Taiwan.
Pihaknya telah menyelidiki dan tidak menemukan kegiatan ilegal. Selain itu, program tersebut dimonitor secara berkala oleh Kementerian Pendidikan Taiwan sejak dimulai pada 2017.
”Ada penalti jika terjadi pelanggaran, yaitu pencabutan izin untuk mengikuti program kuliah magang dan universitas yang melakukan aktivitas ilegal akan dituntut,” kata Chen.
Direktur Pengelolaan Kekayaan Intelektual Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Sadjuga berpendapat, Kemenristek dan Dikti tengah mendalami kasus ini agar dapat merespons dengan tepat. ”Jika memang ada eksploitasi harus segera dapat dipecahkan agar tidak mengganggu program magang yang niatnya baik,” katanya.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan, Pemerintah Indonesia tetap memutuskan menghentikan perekrutan dan pengiriman pelajar Indonesia untuk sementara.
Adapun Taiwan memiliki program Industrial Academia Collaboration. Program ini menawari pelajar untuk mengikuti kegiatan perkuliahan dan pemagangan di universitas yang telah diseleksi.
Berdasarkan data TETO, 33 universitas mengikuti program tersebut. Dua angkatan pelajar Indonesia telah dikirim, yakni sebanyak 872 orang pada 2017 dan 1.231 orang pada 2018. Kendati demikian, baru-baru ini tersiar kabar terjadi pelanggaran aturan jam kerja pada mahasiswa Indonesia yang mengikuti program tersebut.