JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pengusaha pelayaran mengeluhkan lamanya antrean kapal yang akan masuk ke Terminal Petikemas Makassar, Sulawesi Selatan. Antrean panjang ini sudah mulai dirasakan sejak dua bulan lalu. Bahkan, pekan lalu ada 17 kapal yang mengantre untuk bongkar muat di terminal yang dikelola PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) ini.
”Lamanya waktu tunggu kapal ini tentu saja merugikan pengusaha. Dan juga semakin lama aktivitas bongkar muat barang, biaya logistik akan semakin tinggi. Sejumlah kapal harus menunggu 5-7 hari untuk dapat melakukan bongkar muat barang. Kondisi ini membuat beban biaya yang harus ditanggung pemilik kapal semakin besar,” kata Ketua DPC Indonesia National Shipowners’ Association (INSA) Makassar Zulkifli Syahril, pekan lalu.
Antrean itu terasa semakin berat karena tarif bongkar muat kapal juga baru naik.
Kepala Otoritas Pelabuhan Makassar Harno Trimadi mengatakan, menumpuknya kapal peti kemas di TPM terjadi akibat kondisi terminal yang sangat padat. Kapasitas TPM hanya 600.000 twenty-foot equivalent unit (TEUs), sedangkan barang masuk sudah mencapai lebih dari 670.000 TEUs.
Selain faktor kenaikan frekuensi kapal dan barang yang masuk ke Pelabuhan Makassar, tertundanya aktivitas bongkar muat belasan kapal ini juga terjadi akibat berkurangnya peralatan di TPM. Pasalnya, sebagian peralatan sudah dipindahkan ke terminal baru, yaitu Makassar New Port (MNP) yang sudah diuji coba pada 2 November 2018 lalu.
Masalahnya, aktivitas kapal menuju MNP tidak mulus lantaran jalur menuju terminal baru ini cukup dangkal sehingga mayoritas kapal pengangkut peti kemas lebih memilih bongkar muat di terminal lama. ”Untuk mengantisipasi masalah ini, kami alihkan bongkar muat sebagian kapal ke terminal Multipurpose,” kata Harno.
Direktur Utama PT Pelindo IV Farid Padang mengungkapkan, untuk mengurangi antrean itu, pihaknya melakukan beberapa upaya, seperti optimalisasi penerimaan dan pengiriman (receiving dan delivery), kontainer di TPM agar kecepatan di dermaga seimbang dengan pengaturan kontainer di lapangan penumpukan.
”Solusi lainnya, mekanisme kapal sandar di pelabuhan konvensional jika tambatannya kosong. Selain itu, kami juga akan mengoperasikan uji coba MNP untuk persiapan grand launching dengan kapal yang siap melakukan operasi di terminal baru MNP,” kata Farid.
Dia juga mengatakan akan melakukan penetapan berthing window (waktu tunggu dan sandar) dengan maksimum 3 hari bongkar dan jumlah antrean 7 kapal. ”Layanan akan dikombinasikan dengan sistem first come dan first service agar semua pelayanan dapat dipenuhi dan mengurangi keluhan,” kata Farid.