Adu Kreatif Iklan di Tubuh Kendaraan
Artikel di Forbes berjudul ”Out-Of-Home Is Growing and Digital Is Leading The Way” (Agustus 2018) menyebut, beriklan di media luar ruang, biasa disebut out-of-home atau OOH, merupakan bentuk periklanan tertua yang masih jadi salah satu model dan memberikan dampak besar. Setiap dollar AS belanja iklan di OOH, nilai pengembalian investasinya 5,97 dollar AS.
Dalam perkembangannya, model pemasangan iklan di media luar ruang terus berevolusi. Perkembangan terkini, termasuk di Indonesia, pemasang iklan memanfaatkan aset kendaraan mitra pengemudi angkutan berbasis
aplikasi.
Pada 17 September 2018, PT Go-Jek Indonesia (Go-Jek) resmi mengakuisisi Promogo, perusahaan penyedia layanan pemasangan iklan di kendaraan. Meski tidak mengumumkan nilai akuisisi, Go-Jek memastikan langkahnya kali ini sudah tepat dan kreatif demi memaksimalkan aset kendaraan Go-Car dan Go-Ride.
Promogo menjembatani lebih dari satu juta mitra pengemudi Go-Jek dengan pemilik merek barang yang ingin beriklan. Go-Jek mendukung dari sisi biaya produksi materi iklan di kendaraan. Dengan demikian, mitra pengemudi cukup menerima tambahan pendapatan bersih dari setiap penempatan iklan tanpa harus menambah jam kerja.
Chief Corporate Affairs Go-Jek Nila Marita mengatakan, konsumen pun diuntungkan. Mereka mendapatkan pengalaman perjalanan yang
diisi beragam hiburan dan fasilitas sampel produk gratis dari pemilik merek yang beriklan.
Head of Fleet Monetization Go-Jek, Kapil Baidev Mathrani, menambahkan, pelaku usaha sekarang cenderung berusaha mengurangi biaya operasional sambil tetap mempertahankan citra merek barang yang positif di masyarakat. Go-Jek mempunyai keahlian dalam mengelola dan menganalisis data berukuran besar. Promogo berpengalaman sebagai penyedia pemasangan iklan. Ketika bergabung, keduanya bisa membantu pelaku usaha tetap bersaing efektif di pasar.
Khusus di Jabodetabek, lebih dari 50.000 mitra pengemudi sudah menggunakan model tersebut. Go-Jek mengklaim mitra yang ikut bergabung memperoleh penghasilan tambahan hingga Rp 2 juta per bulan.
Dua bulan sebelumnya, Grab mengumumkan produk serupa, bernama GrabAds. Head of GrabAds di Grab, Nasheet Islam, menceritakan, GrabAds beroperasi di semua negara operasional Grab. GrabAds bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan manajemen iklan. Di Indonesia, GrabAds menggandeng Stickearn, Karta, dan Interads. Stickearn mengelola kampanye GrabAds untuk kendaraan roda empat, Karta mengelola di kendaraan roda dua, dan Interads di bagian
digital car top.
”GrabAds membantu pemilik merek untuk memanfaatkan armada kami yang tersebar luas dan jejak digital yang dihasilkan hasil transaksi Grab di mana pun. Dengan demikian, pemilik merek bisa mulai dari membangkitkan kesadaran konsumen dengan konten iklan lebih personal,” ujarnya.
Nasheet menyebut tiga penawaran utama GrabAds. Pertama, mobile billboards. Pemilik merek dapat memasang iklan di mobil atau motor mitra pengemudi. Tujuan utamanya adalah membentuk kesadaran warga terhadap merek produk.
Kedua, in car engagement. Pemilik merek produk bisa mengubah interior mobil milik mitra pengemudi. Bentuknya bisa berupa konten mini mobile pop-up store di sabak yang disediakan oleh pengemudi. Jadi, sambil menikmati perjalanan, konsumen bisa memahami konten iklan dan bahkan memungkinkan membeli produk.
Penawaran ketiga adalah in-app engagement. Grab akan membantu pemilik merek memproduksi konten iklan interaktif yang ditayangkan di aplikasi Grab.
Nasheet mencontohkan klien GrabAds, antara lain Pepsi, Bukalapak, dan Shopee. Menurut dia, mitra yang telah berpartisipasi rata-rata memperoleh penghasilan tambahan hingga 10 persen.
Lama di jalan
Yuni (32), ibu rumah tangga asal Depok, mengaku belum pernah mendapat sopir ojek daring dengan motor berpapan iklan. Namun, saat menggunakan jasa ojek daring, dia sering melihat iklan terpampang di ojek motor atau mobil taksi daring. ”Tidak pernah benar-benar baca tulisan iklannya. Tidak keburu. Saya cuma tahu ada iklan merek ini atau itu,” ujarnya.
Monik (30), salah satu karyawan Pharos Group di Semarang, mengaku beberapa kali memesan ojek daring dan mendapatkan pengemudi dengan iklan di belakang motornya. Dia tidak keberatan.
”Saya hanya kesulitan saat mau naik. Namun, ketika sudah duduk, saya merasa papan iklan itu berguna sebagai sandaran. Kalau jam pulang bekerja, banyak pengemudi ojek daring berkumpul depan gedung kantor dan ada pula yang motornya dipakai sebagai pemasangan iklan,” katanya.
Kebanyakan merek yang beriklan seperti itu adalah perusahaan perdagangan secara elektronik atau e-dagang. Misalnya, Traveloka dan Shopee. ”Iklan promo biasanya,” ujarnya.
Managing Partner Inventure, Yuswohady, berpendapat, media luar ruang tetap eksis. Mobilitas warga di jalan semakin tinggi, apalagi di perkotaan. ”Media luar ruang tidak ada matinya. Kaum urban kini cenderung lama di jalan raya,” ujarnya.
Dengan dipengaruhi situasi mobilitas warga, pengemasan iklan di media luar ruang pun semakin kreatif dan inovatif. Yuswohady mencontohkan, papan billboard sengaja dibuat bisa bergerak-gerak, tiga dimensi, dan dikemas dalam wujud video.
Kehadiran iklan di belakang motor ojek daring atau kaca mobil adalah bagian dari tren itu. Dia menilai, upaya Grab atau Go-Jek terjun ke bisnis itu sudah tepat. ”Dengan memakai kendaraan, saya rasa akan semakin banyak warga melihat dan sadar,” ujarnya.
Menurut Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Charlie Aziz, kehadiran media luar ruang ”baru”, seperti bisnis Grab dan Go-Jek, menyebabkan pelaku kreatif mengubah pendekatan desain konten iklan. Sebagai contoh, visual diperbanyak ketimbang kata-kata.
”Kalaupun klien pemilik merek tetap ingin ada kata, pelaku kreatif akan memilihkan kata-kata yang bisa dibaca dan dipahami secara cepat. Kan, medianya mobil,” tuturnya.
(MEDIANA)