Yang Tersisa dari ”Si Jago Merah”
Seorang pemuda berusia 20-an tahun berjongkok di dalam rumahnya yang hangus terbakar. Garpu logam di tangan ia jadikan alat untuk mengorek-ngorek abu di hadapannya. “Nyari apa yang masih ada,” katanya sambil menunduk, Jumat (4/1/2019).
Ia hanya menemukan selembar sarung yang terbakar sebagian. Tanpa banyak kata, ia meletakkan kembali sarung itu di tanah dan pergi meninggalkan puing rumahnya.
Rumah pemuda itu menjadi salah satu rumah yang terbakar pada Kamis (3/1/2019) sore. Ada puluhan rumah lain yang dilalap api pada kebakaran di Jalan Tambora Raya, Tambora, Jakarta Barat. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.
Kebakaran yang terjadi pada pukul 16.25 itu terjadi karena korsleting listrik. Menurut data dari Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan Jakarta Barat, kerugian akibat kebakaran itu diprediksi mencapai Rp 4,15 miliar.
Pemuda tersebut bukan satu-satunya orang yang kehilangan tempat tinggal akibat kebakaran semalam. Ada 36 rumah dan 29 kontrakan yang terbakar. Akibatnya, ada sekitar 53 keluarga yang harus mengungsi.
Di tempat pengungsian yang tak jauh dari lokasi kebakaran, puluhan orang duduk sambil berbincang satu sama lain. Walaupun terlihat seperti sedang bersantai, mereka berbagi kegelisahan yang sama, mau tinggal di mana setelah ini?
“Barang saya habis. Sama sekali nggak ada yang tersisa. Cuma baju yang nempel doang ini yang tersisa. Nggak tahu habis ini gimana,” kata seorang perempuan berusia 40-an tahun.
Semua surat berharga dan harta miliknya habis terbakar. Tidak ada yang bisa ia bawa. Namun, ia beruntung karena dapat menyelamatkan diri dan anaknya yang berusia dua tahun.
Saat kebakaran terjadi, api dengan cepat merambat dari satu rumah ke rumah lain. Padatnya kondisi permukiman di kawasan Tambora membuat pemadaman api sulit dilakukan. Selain itu, sumber air pun lokasinya relatif jauh. Tidak heran bila warga panik dan kesulitan untuk menyelamatkan harta bendanya.
Antisipasi bencana
Cerita sedikit berbeda datang dari Haris (39), warga Jalan Tambora Raya Gang III RT 03 RW 004. Ia menjadi salah satu warga yang rumahnya terbakar. Atap dan lantai dua rumahnya kini menjelma jadi puing-puing hitam.
Walaupun begitu, ia bersyukur karena dokumen-dokumen penting seperti surat tanah berhasil ia selamatkan. Haris yang juga seorang petugas pemadam kebakaran di Jakarta Pusat ini mengajarkan keluarganya untuk siap mengantisipasi bencana di rumahnya, termasuk kebakaran.
“Semua dokumen penting dimasukkan ke dalam satu tas dan ditaruh di dekat ruang tamu. Jadi, kalau ada apa-apa, kita bisa langsung lari sambil bawa tas itu,” kata Haris.
Menjadi seorang petugas pemadam kebakaran rupanya tidak membuat dirinya luput dari kebakaran. Ia mengakui, kebakaran bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Menurutnya, yang terpenting adalah cara menyikapi bencana tersebut. Pikiran yang jernih dan tenang menjadi salah satu aset penting.
Semua dokumen penting dimasukkan ke dalam satu tas dan ditaruh di dekat ruang tamu. Jadi, kalau ada apa-apa, kita bisa langsung lari sambil bawa tas itu
Selain kesiapan mental dalam menghadapi kebakaran, alat pemadam kebakaran pun harus tersedia. Sebenarnya, ada dua hydrant kering yang tersedia di RW 004. Hydrant tersebut digunakan oleh warga saat kebakaran berlangsung kemarin.
“Kami langsung pakai hydrant itu saat kebakaran. Tapi pemakaiannnya terbatas, hanya bisa dipakai beberapa menit. Jadi kami tetap harus panggil pemadam kebakaran,” kata Haris.
Rawan kebakaran
Berdasarkan data BPS pada 2010, Kecamatan Tambora adalah wilayah paling padat penduduk setelah Johar Baru, Jakarta Pusat. Merujuk pada dokumen Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Tambora, lebih dari 90 persen wilayah kecamatan ini diperuntukkan sebagai zona hunian. Luas wilayah Tambora adalah 539,84 hektare dengan 11 kelurahan.
Selain padat penduduk, Tambora juga merupakan salah satu wilayah yang paling rawan terhadap kebakaran. Merujuk pada data yang dirilis oleh Pemerintah DKI Jakarta tahun 2016, setidaknya ada 283 kasus kebakaran di Jakarta Barat. Angka itu tertinggi bila dibandingkan dengan kasus serupa di wilayah lain di DKI Jakarta (Kompas, 6/7/2017).
Sementara itu, Kompas mencatat ada sembilan kebakaran terjadi di Jakarta dari 2 Februari 2018 hingga 4 Januari 2019. Kebakaran tersebut menyebabkan 17 orang meninggal dunia.
Dengan kondisi seperti itu, warga perlu dibekali dengan latihan penanggulangan dan penanganan kebakaran. Namun, sejumlah warga Jalan Tambora Raya RW 004 mengaku tidak pernah mendapatkan pelatihan itu.
Kepala Seksi Pengendalian Operasional Pemadam Kebakaran Jakarta Barat Rompis Ramlih mengatakan, sosialisasi dan pelatihan penanggulangan kebakaran sering dilakukan. Pelatihan itu menyasar sejumlah RW di satu kelurahan.
“Tidak ada target harus berapa kali sosialisasi dilakukan dalam setahun. Ini tergantung pada kemampuan anggaran untuk menyelenggarakan sosialisasi. Tapi, tiap tahun pasti kami adakan,” kata Rompis, Jumat (4/1/2018) saat dihubungi dari Jakarta.
Ia mengatakan, sosialisasi tersebut mencakup antara lain pendidikan tentang teori api, alat pemadam api ringan (APAR), hingga teori evakuasi. Menurutnya, masyarakat juga harus memberi perhatian lebih pada alat kelistrikan seperti kabel. Sebab, korsleting listrik adalah penyebab kebakaran yang paling umum dijumpai.
“Harus rutin cek kabel. Dilihat bagaimana tata cara menggunakan kabel yang baik dan harus memastikan kabelnya sesuai SNI (Standar Nasional Indonesia),” kata Rompis.
Kesiapan semua elemen masyarakat dalam menghadapi kebakaran dibutuhkan di wilayah yang rawan kebakaran. Pemerintah pun dinilai perlu ambil peran untuk menyiapkan masyarakat. Sudah saatnya kebakaran melahirkan kekuatan, tidak hanya menyisakan puing-puing hitam. (SEKAR GANDHAWANGI)