Shelter untuk Warga Bukit Duri Ditargetkan Terealisasi di 2019
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta segera menguji kekuatan bangunan di lahan milik PT Setia Tjiliwung untuk dijadikan hunian sementara (shelter) bagi warga Bukit Duri. Dinas menargetkan pada tahun ini hunian sementara bisa dibangun dan ditempati warga yang tergusur dalam program normalisasi Kali Ciliwung itu.
Pelaksana Tugas DPKP DKI Jakarta Meli Budiastuti, Jumat (4/1/2019), mengatakan, untuk sementara dinas akan menyewa gedung tua milik PT Setia Tjiliwung untuk dijadikan shelter. Sebab, dokumen dan sengketa tanah oleh ahli waris di lahan seluas 1,6 hektare itu belum selesai.
Dalam program community action plan (CAP), warga Bukit Duri yang didampingi oleh Ciliwung Merdeka meminta dibuatkan kampung susun. Ini merupakan kompensasi dari kemenangan warga dalam gugatan “class action” dalam penggusuran untuk proyek normalisasi Kali Ciliwung yang dijalankan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan warga berhak mendapatkan uang ganti rugi setidaknya Rp 18,6 miliar.
“Kami memang berniat membeli tanah milik PT Setia Tjiliwung itu untuk membangun kampung susun, dan itu sudah masuk dalam program CAP. Namun, dokumen tanah di sana belum clean & clear jadi untuk sementara disewa dulu untuk shelter,” terang Meli.
Meli menambahkan, sementara menunggu proses dokumen dan sengketa ahli waris selesai, tanah akan disewa selama 3-4 tahun. Waktu tersebut dihitung dengan asumsi proses pemberesan dokumen. Sedangkan proses pembelian tanah, dan pembangunan rusun membutuhkan waktu kurang lebih dua tahun.
“Setelah disewa, bangunan lama akan diuji kekuatannya oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kementerian PU di Bandung. Kami tidak mau berisiko dengan bangunan yang sudah lama,” kata Meli.
Kepala Suku Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Jakarta Selatan Yaya Mulyarso menambahkan, bangunan harus diuji kekuatannya karena sudah ada sejak tahun 1950.
Setelah hasil uji kekuatan bangunan selesai, dinas akan mulai membangun shelter untuk 63 kepala keluarga korban penggusuran di Bukit Duri yang bersedia.
Shelter rencananya akan dibangun dengan ukuran sekitar 30 meter persegi, dengan cara menyekat-nyekat ruangan di bangunan lama. Di dalam shelter juga akan dilengkapi fasilitas dapur, kamar mandi, dan ruang tidur.
“Secara simultan program ini jalan terus sebagai wujud keseriusan pemprov DKI dalam program CAP di Bukit Duri,” kata Yaya.
Sementara itu, pendiri Komunitas Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi mengatakan, warga menerima opsi yang ditawarkan gubernur DKI Jakarta sembari menunggu realisasi program kampung susun. Sebab, meskipun sudah 2,5 menjadi korban penggusuran, warga masih harus menunggu proses hukum yang inkrah.
Saat ini, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung dan Cisadane (BBWSCC) sedang mengajukan kasasi atas putusan gugatan warga. Gubernur Anies Baswedan kemudian mengajukan opsi pembangunan hunian sementara bagi warga korban penggusuran.
“Shelter bukanlah pengganti kampung susun. Sejak awal, warga ingin tanah diganti tanah dan bangunan diganti bangunan,” kata Sandyawan.
Sandyawan mengatakan, sesuai dengan program CAP, Pemprov DKI akan memfasilitasi kaum miskin urban untuk mendapatkan hak atas perumahan. Oleh karena itu, setelah dokumen kepemilikan lahan PT Setia Tjiliwung jelas, Pemprov tetap berjanji akan membeli lahan tersebut dan membangun kampung susun bagi warga. Sembari menunggu hal itu terealisasi, warga bersedia menempati hunian sementara.
Di DPKP sendiri, pada tahun 2019 ini anggaran untuk pembangunan shelter menjadi satu dengan anggaran untuk program CAP. Sedangkan anggaran untuk pembebasan lahan Rp 300 miliar dalam APBD 2019. Meli mengatakan, jika lahan milik PT Setia Tjiliwung sudah siap dibebaskan, dinas akan segera bergerak untuk memprosesnya.