JAKARTA, KOMPAS - Kongres PSSI yang rencananya digelar, 20 Januari 2019, tidak menutup kemungkinan akan membahas pula soal anggota Komite Eksekutif PSSI yang rangkap jabatan sebagai pemilik klub sepak bola di Tanah Air. Adanya regulasi yang melarang rangkap jabatan dinilai penting untuk mencegah konflik kepentingan dan memberantas mafia bola.
"Kasus mafia bola menjadi salah satu tema utama yang akan dibahas dalam kongres nanti. Tidak menutup kemungkinan jika ada peserta kongres yang nantinya ingin mengajukan evaluasi maupun audit terkait regulasi komite eksekutif," kata Komite Eksekutif Bidang Hukum PSSI Gusti Randa dalam diskusi bertajuk "Sepak Mafia Bola", di Jakarta, Sabtu 5 Januari 2018.
Selain Gusti Randa, hadir pula sebagai pembicara, Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Syahar Diantono, Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewabroto, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemain Profesional Indonesia Muhammad Hardika Aji, dan Ketua Paguyuban Suporter Timnas Indonesia Ignatius Indro.
Gusti menjelaskan, hingga kini belum ada aturan di PSSI yang melarang rangkap jabatan. Padahal rangkap jabatan ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Tak hanya itu membuat mafia bola bisa leluasa bergerak.
Selama belum ada aturan yang melarang rangkap jabatan, masih besar peluangnya anggota komite eksekutif rangkap jabatan sebagai pemilik klub. Ini karena setiap anggota komite eksekutif, berjumlah total 15 anggota, terpilih dalam kongres oleh pengurus klub, asosiasi provinsi, atau asosiasi olahraga.
"Jadi, secara otomatis akan sulit bagi komite eksekutif untuk melepas jabatannya sebagai pemilik klub karena mereka diusung oleh para pengurus klub. Diharapkan, jika sudah ada regulasinya, maka mereka tidak boleh lagi merangkap jabatan," tambahnya.
Ada beberapa nama anggota Komite Eksekutif PSSI yang merangkap sebagai pemilik klub, diantaranya Edy Rahmayadi sebagai pemilik dari PSMS Medan, Joko Driyono sebagai pemilik mayoritas saham Persija Jakarta, Iwan Budianto untuk Arema Malang, Pieter Tanuri untuk Bali United, dan Yoyok Sukawi untuk PSS Sleman.
"Saat ini kasus mafia bola kan masih terkait di liga 2 dan liga 3. Namun, bisa saja para pemilik klub di liga satu dan komite eksekutif ini memiliki afiliasi ke liga 2 dan liga 3," ujar Gusti Randa.
Seperti diketahui, terkait kasus mafia bola, khususnya kasus suap dan pengaturan skor pertandingan sejumlah klub Liga 3, Satgas Antimafia Bola Polri hingga kini telah menetapkan empat tersangka, yaitu Komite PSSI Johar Lin Eng, mantan anggota Komisi Wasit PSSI Priyanto, anggota Komisi Disiplin Dwi Irianto dan perantara Anik Yuni Artika Sari.
"Satgas Polri telah menerima sekitar 278 laporan terkait dugaan praktik mafia bola. Dari 278 laporan tersebut, 60 di antaranya berpotensi kami proses dan lakukan penyidikan," ujar Syahar Diantono. Oleh karena itu, tidak tertutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus mafia bola.
FIFA melarang
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga ( Sesmenpora) Gatot S Dewabroto juga menilai, sebaiknya tidak ada lagi rangkap jabatan. Hal ini sekaligus untuk mencegah PSSI dijatuhkan sanksi lagi oleh Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA). Sebab menurutnya, FIFA melarang rangkap jabatan tersebut.
Pasal 18 ayat 2 Statuta FIFA menyatakan, bahwa anggota dalam suatu perusahaan atau federasi tidak boleh memiliki saham di satu klub atau lebih dari satu klub sekaligus.
Gatot juga berharap PSSI bekerja sama dengan Polri untuk memberantas mafia bola. Ikhtiar Polri, dalam hal ini Satgas Antimafia Polri, hendaknya tidak dibaca sebagai bentuk intervensi kepada federasi tersebut.
"Jangan sampai nantinya ada gugatan dari PSSI terkait adanya satgas ini karena satgas ini murni dibentuk untuk menangani kasus pidana yang ada di dalam tubuh PSSI," katanya.
Sekjen Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) Muhammad Hardika Aji mengatakan, keterlibatan aparat penegak hukum dalam memberantas mafia bola merupakan hal yang wajar. Tak hanya di Indonesia, saat ini FIFA, juga bekerja sama dengan Kepolisian Internasional atau Interpol dalam memberantas kasus-kasus mafia bola internasional.
"Selain itu, kami mengimbau kepada para pemain sepak bola agar berani melaporkan jika ada kasus terkait pengaturan skor dan praktik kecurangan dalam pertandingan. Jangan merasa takut untuk melapor," ujarnya.
Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia Ignatius Indro menambahkan terkuaknya kasus pengaturan skor semakin memperburuk citra PSSI di mata suporter bola dan pencinta sepak bola. Sebelumnya, mereka sudah dikecewakan dengan penampilan Timnas Indonesia yang buruk di Piala AFF 2018. Kala itu, timnas bahkan tidak mampu lolos dari fase penyisihan grup.
"Kami para suporter tentu ingin tim yang kami dukung menang, tapi tidak dengan cara-cara yang curang. Oleh karena itu praktik mafia bola harus segera dihentikan," tambahnya.