Banyak memulai kerja setelah matahari terbit. Sementara Uding (48), lelaki asal Serang itu memulai kerjanya setelah tengah malam. Uding membalik hidupnya, saat banyak orang lain terlelap, dia bekerja untuk membuat penjor, hiasan pengantin dari janur.
Sabtu (5/1/2019) sekitar pukul 02.00, Uding terlihat sibuk di tepi Jalan Palmerah Utara, Jakarta Barat. Saat itu Uding menyelesaikan penjor pesanan orang. "Karena janur-janurnya datang malam hari, saya mulai kerjakan sekarang," kata laki-laki yang sudah memulai usahanya sejak tahun 1997 di Jakarta.
Sambil bekerja, ia duduk di bangku kecil di sisi trotoar. Tangannya lincah merangkai janur-janur. Untuk membuat satu penjor, ia membutuhkan waktu sekitar satu jam, belum termasuk waktu untuk menggunting janur-janurnya.
Awalnya, Uding berjualan di daerah Kebayoran Lama lebih kurang 15 tahun. Kemudian, pindah di Rawa Belong, tetapi karena saingan terlalu banyak akhirnya pindah di dekat Pasar Palmerah.
Berbekal gunting, alat pemotong, dan staples termasuk bambu sebagai penyangga, Uding membentuk janur-janur itu menjadi sebuah penjor yang apik. Bahan baku janur ia dapatkan dari Banten. Setelah Tsunami menghantam sebagian pesisir pantai Banten, pasokan janur semakin berkurang.
Kalau sudah demikian, mau tak mau ia akan membeli janur di pasar dengan harga yang lebih mahal. Jadwal di pasar- pasar yang menjual janur biasanya malam Selasa dan malam Jumat, tetapi harga yang ditawarkan lebih mahal dari harga pada langganannya dari Banten.
"Kemarin ada yang mau pesan 16 bambu, tetapi karena bahannya kurang ya saya tolak," kata Uding. Dia menjual penjor mulai dari Rp 150.000 hingga Rp 200.000, tergantung tingkat kerumitan. Sementara, untuk kulit ketupat ia jual Rp 5000 hingga Rp 10.000 per satu paket rangkaian.
Selama melakoni pekerjaan itu, Uding tinggal di gubuk kecil beralas triplek yang juga menjadi tempat kerjanya. Uding memilih tinggal di sana karena alasan penghematan biaya hidup. Dengan tinggal di sana, pria asal Serang, Banten ini tidak perlu bolak-balik ke rumahnya. Meski demikian, tak jarang di sela-sela pekerjaannya, dia menahan kerinduan pada istri dan lima anaknya.
Sudut lain
Tak hanya Uding, pekerja malam terlihat di Kali Baru, Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat. Di tengah orang-orang yang menikmati malam hingga dini hari, penjaja minuman dan makanan kecil menawarkan dagangannya.
Suasana malam hingga dini hari adalah peluang bagi penjual kopi keliling atau populer disebut starbuck keliling alias starling. "Kalau suasana ramai, saya bisa jual 20 gelas kopi," kata salah satu penjual minuman Siti (40).
Siti menjual segelas kopi panas dengan harga Rp 5.000, sedangkan yang dingin Rp 8.000 per gelas. Bermodal termos berisi air panas, air mineral, es batu, dan beberapa jenis minuman saset Siti juga menyediakan tikar bagi pembelinya yang ingin duduk santai.
Siti mengadu peruntungan di Kota Tua karena kawasan ini tidak pernah kosong dari pengunjung. Dia tidak takut meskipun harus bekerja di malam hari. Sebab dia bukan satu-satunya perempuan yang berjualan kopi di sana. Sebagian besar penjual kopi yang menggelar tikar seperti Siti merupakan perempuan. Selama ia berjualan, Siti belum pernah mengalami gangguan keamanan di malam hingga pagi hari.
Dagangan kecil Siti dan para perempuan lain di tempat itu cukup menjadi teman pengunjung Kota Tua menikmati malam. Mereka tidak membutuhkan sesuatu yang "wah" untuk menikmati malam. Apalagi malam itu ada permaian akustik, kenikmatan malam menjadi semakin lengkap. Siti pun bahagia, dagangannya laris meski harus bekerja di kala banyak orang lain terlelap tidur. (FRANSISCA NATALIA ANGGRAENI)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.