Di tengah masih rendahnya kesadaran sebagian warga Ibu Kota akan kebersihan, kehadiran pasukan oranye sangat vital. Mereka menjadi pahlawan yang tanpa lelah menjaga kebersihan. Hanya sayang, letih mereka kerap tak dianggap. Bahkan tak jarang, sampah sengaja dibuang saat mereka bertugas.
Berbekal peralatan seadanya, seperti sapu lidi, sekop, dan karung, Kusnadi (38), sudah mulai bekerja membersihkan sampah saat mayoritas warga Ibu Kota masih lelap tidur. Sabtu (5/1/2019) subuh, persisnya mulai pukul 04.00, dia membersihkan sampah di zona Palmerah Barat. Zona ini terbentang di sepanjang Jalan Palmerah Utara.
Dia memilih bekerja lebih awal dari seharusnya pukul 05.00 karena zona yang ditugaskan padanya, termasuk zona merah. Disebut zona merah karena volume sampah sehari-hari di area itu terbilang tinggi.
“Jika baru mulai pukul 05.00, saya tidak bisa menyelesaikan tepat waktu. Pukul 07.00 sudah harus bersih,” kata pria asal Pakembangan Barat, Jakarta.
Sampah yang berserakan di trotoar, dia bersihkan, kumpulkan, dan masukkan ke dalam karung. Di sekitar Halte Bunderan Slipi, belum sampai setengah jam menyapu, dia sudah bisa mengumpulkan hingga empat karung sampah.
“Ya lumayan banyak, biasanya bisa lebih banyak. Di atas pukul 08.00, di zona ini akan kembali kotor lagi, ya kita bersihkan lagi,” tuturnya.
Tak jauh dari tempatnya bekerja, persisnya area sekitar Gelora Bung Karno dan Kompleks Parlemen, M Alit (39) dan Mentari Rahmadhany (26), juga sibuk menyapu trotoar dan badan jalan dari sampah.
Alit, warga Tanah Tinggi, Pasar Senen, Jakarta, yang sudah lebih dari tiga tahun menjadi pasukan oranye, sedih melihat kondisi Jakarta yang selalu kotor dan rendahnya kepedulian masyarakat akan kebersihan.
Ini tidak hanya terlihat dari sampah yang berserakan tetapi juga tampak dari perilaku pengendara mobil yang dengan mudahnya membuang sampah ke jalanan, bahkan saat dirinya sedang bertugas membersihkan sampah.
“Tugas kami memang dibayar untuk membersihkan Jakarta dari sampah. Tetapi, alangkah indahnya jika kita semua menjaga kebersihan. Kan cakep tuh kalau Jakarta bersih. Jangan mobil aja yang bagus tapi perilaku kotor dengan membuang sampah sembarangan,” katanya.
Masih rendahnya kesadaran warga akan kebersihan juga diceritakan oleh Mentari Rahmadhany atau biasa disapa Rahma. Di tempat-tempat ojek dan pedagang kopi keliling biasa mangkal misalnya, dia harus berulangkali membersihkannya. Sebab, setiap kali sudah dibersihkan, mereka tetap membuang sampah sembarangan.
“Saat itu yang membuat saya hati saya sedih adalah, ketika membersihkan sampah tetap ada yang membuang sampah sembarangan padahal ada tong sampah. Di depan muka saya mereka tetap membuang sampah. Saya hanya bisa diam dan memungut sampah itu,” tutur pasukan oranye perempuan yang tinggal di Kebon Jeruk, Jakarta, itu.
Jadilah pasukan oranye masih menjadi tumpuan terjaganya kebersihan di DKI Jakarta. Padahal seandainya semua sadar akan pentingnya kebersihan, Jakarta akan menjadi kota yang bersih sesuai dambaan segenap penghuninya.
Mungkin saja sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesadaran itu, regulasi yang mengatur sanksi untuk pembuang sampah sembarangan, perlu lebih masif penegakannya. Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pengelolaan Sampah misalnya, yang mengatur pembuang sampah sembarangan akan dijatuhi sanksi denda hingga mencapai Rp 500.000. Jangan aturan ini hanya menjadi macan kertas belaka. (Aguido Adri)