SNI Detergen Diubah
Desakan DKI agar standar produksi deterjen serbuk diubah selaras dengan kebijakan pusat. SNI deterjen serbuk dalam proses perubahan sejak 2017 dan didorong segera diterapkan.
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengatur usaha pencucian pakaian atau laundry dan pencucian mobil sebagai tindak lanjut atas pencemaran Kali Sentiong yang sempat berbusa. Pengaturan terhadap usaha-usaha itu direncanakan karena sifatnya massal.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, pengaturan ini di antaranya lokasi di mana pencucian mobil, tempat laundry, serta pengolahan air limbah hasil pencucian mobil dan hasil laundry. “Karena itu yang melakukan secara massal,” katanya di Jakarta, Kamis (3/1/2019).
Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga akan mendorong penggunaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di kampung-kampung. Sebelumnya, Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan DKI Jakarta kekurangan sekitar 6.000 IPAL komunal.
Pembangunan terus dilakukan namun laju penambahan IPAL komunal belum bisa mengejar kekurangan. Tahun 2018, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menganggarkan Rp 16 miliar untuk pembangunan sistem pengelolaan air limbah domestik (SPALD), baik untuk skala kawasan tertentu maupun untuk skala permukiman. Pembangunan tahun 2018 ini menyasar setidaknya 500 keluarga di beberapa lokasi.
Untuk tahun 2019, Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta mengusulkan pembangunan sekitar 70 IPAL komunal yang dapat mencakup sekitar 1.400 keluarga atau 200-500 keluarga per instalasi. Anggaran diusulkan Rp 150 miliar.
Akan tetapi, Anies mengatakan, langkah-langkah di DKI Jakarta baru menangani bagian hilir masalah saja. Diharapkan, bagian hulu masalah juga ditangani secara nasional sebab pencemaran di sungai ini merupakan masalah nasional.
Langkah pencegahan di hulu yang diharapkan adalah dengan mendorong penggunaan detergen ramah lingkungan yang disebut soft detergen. Saat ini, sebagian besar rumah tangga masih menggunakan detergen yang keras (hard detergent).
“Begini, busa yang kemarin muncul itu busa yang ada setiap tahun, sepanjang tahun. Untungnya di Jakarta banyak yang aktif di sosmed, banyak media, sehingga difoto, dipublikasikan. Dan kami terima kasih. Karena ini masalah yang ada di seluruh Indonesia, yaitu penggunaan detergen yang memiliki kandungan polutan yang sangat tinggi, yang jauh di atas ambang batas kemampuan alam untuk bisa mengolahnya,” kata Anies.
Ia harap Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan mengkaji ulang standar produksi deterjen.
“Petugas pompa di Sunter menceritakan, setiap kali pompa dinyalakan, dia menyedot air dari Danau Sunter, didorong ke Kali Sentiong, maka itu seperti air di dalam satu cendawan yang diaduk, keluar busanya. Otomatis begitu selesai pompanya bekerja, busa hilang juga. Tapi kandungan detergennya tidak hilang,” ujar Anies.
Standarisasi baru dibahas
Badan Standardisasi Nasional (BSN) sudah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) baru agar hanya produk detergen serbuk ramah lingkungan yang beredar di Indonesia. Rancangannya disusun oleh berbagai pihak, termasuk industri produsen detergen.
“Diharapkan dengan SNI ini, detergen yang diproduksi akan mempunyai tingkat biodegradability yang lebih baik, sehingga akan mudah dan lebih cepat terurai,” tutur Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono, Kamis.
Rancangan SNI baru kata dia sudah dibahas berbagai pihak, di antaranya Kemenperin, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, industri, pemerintah daerah, dan peneliti.
Standar untuk detergen serbuk di Indonesia selama ini menggunakan SNI 4594:2010 tentang detergen serbuk. Regulasi itu dinilai memberi kelonggaran bagi produsen detergen yang menimbulkan banyak buih sehingga kurang ramah bagi lingkungan.
Berdasarkan keterangan Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal BSN Wahyu Purbowasito Setyo Waskito, SNI yang baru untuk merevisi SNI 4594:2010 sudah terbit. “BSN telah menetapkan SNI 4594:2017 Detergen serbuk,” ujarnya.
Salah satu perubahannya, produk detergen serbuk hanya boleh mengandung fosfat (P2O5) maksimal lima persen. Pada SNI 4594:2010, maksimal 15 persen.
Wahyu menuturkan, SNI 4594:2017 Detergen serbuk sudah melalui proses jajak pendapat tanggal 12 Juli-11 September 2017. “Hasil akhirnya, tidak terdapat tanggapan negatif dan disetujui menjadi SNI,” kata dia.
Disiplin kebersihan
Rabu kemarin, Kali Sentiong yang mengalir di sisi Wisma Atlet Kemayoran tampak berwarna hitam. Bau tak sedap yang sekilas tercium.
Di tengah sungai, pelampung-pelampung merah yang berjajar menghubungkan kedua tepian sungai. Di samping jajaran pelampung merah itu ada pelampung jingga berisi tumpukan sampah plastik yang dikumpulkan dari Kali Sentiong.
Jainudin (43) mengambil sampah plastik dari Kali Sentiong menggunakan bambu sepanjang kira-kira 1,5 meter yang ujungnya dipasangkan bekas tubuh kipas angin untuk menjaring sampah. Kerap kali sampah yang ditumpuknya tertiup angin.
Petugas kebersihan yang tinggal di Pademangan, Jakarta, ini sejak 2013 membersihkan Kali Sentiong. “Awalnya sampah di sini lebih parah lagi. Ada kasur, lemari, hingga kandang ayam. Namun, sejak 2015-2016 mulai tidak ada sampah seperti itu,” tutur Jainudin.
Mujiono (25), warga yang tinggal dekat Kali Sentiong, mengatakan, kebersihan sungai menjadi tanggung jawab masyarakat bersama dari hulu ke hilir. Dia berharap pemerintah memasang lagi pompa air yang dipasang saat Asian Games 2018 berlangsung karena menurutnya Kali Sentiong tampak lebih bersih dan tidak berbau.
Agar publik tidak resah, Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya memastikan Kali Sentiong tidak menjadi sumber bahan baku air bagi kedua perusahaan operator penyedia air bersih di Jakarta. Bahan baku dari Kali Malang dan dari tiga kali di Jakarta sudah diolah melalui perlakuan khusus untuk menghasilkan air bersih.
Priyatno Bambang Hernowo, Direktur Utama PAM Jaya, menjelaskan, guna memenuhi kebutuhan air bersih di Jakarta, baik PT Aetra Air Jakarta (Aetra) ataupun PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), kedua perusahaan operator air bersih, mendapatkan bahan baku dari waduk Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat. (HELENA F NABABAN/JUDITH J)