NGAMPRAH, KOMPAS — Beragam jenis sayur-mayur dari Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, mampu menembus pasar ekspor di negara-negara tetangga meskipun masih dalam pasar terbatas. Pemberdayaan petani dan kemudahan produksi dibutuhkan untuk terus meningkatkan ekspor dari produk-produk pertanian ini.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Lembang, Bandung Barat, Kamis (3/1/2018), mengatakan, potensi pertanian Jabar sangat besar karena kondisi alam subur dan lahan yang luas. Ia menjelaskan, di Kabupaten Bandung Barat saja, petani mampu mengekspor beragam sayuran hingga 1.500 ton per tahun.
”Hal ini menjadi pencapaian yang luar biasa. Dulu kita mengimpor sayur dari Brasil dan Amerika Serikat. Sekarang kita sudah bisa mengekspor ke Singapura, Brunei Darussalam dan Hong Kong,” tuturnya dalam pelepasan produk ekspor sayur dari PT Momenta Agrikultura di Lembang.
Dalam kegiatan ini, Andi melepas sekitar 1,5 ton beragam jenis sayuran yang akan diekspor ke Singapura. Ia berharap ekspor pada awal tahun 2019 ini bisa memicu semangat para petani dan industri pertanian untuk meningkatkan ekspor pangan sehingga mampu menekan inflasi pangan di Indonesia.
Ke depannya, Andi meminta para petani tetap konsisten menjaga produksi sehingga sayur yang dihasilkan di daerah ini tetap berkualitas dan mampu mendapatkan pasar ekspor seluas-luasnya.
”Kuncinya konsistensi dan kerja keras. Jika petani bisa bekerja lebih keras, semua produksi yang dihasilkan di daerah ini bisa diekspor,” ujarnya.
Direktur PT Momenta Agrikultura Davy Rusli mengatakan, pada 2018 perusahaan ini mampu mengekspor sekitar 600 ton dari beberapa produksi unggulan, seperti edamame, timun jepang, lettuce atau daun selada, dan baby buncis.
Perusahaan ini mengembangkan industri pertanian dengan metode hidroponik nutrient film technique (NTF) sehingga mampu memproduksi 1 ton sayuran per hari. NTF adalah metode budidaya di lapisan nutrisi dangkal dan tersirkulasi sehingga bisa memberikan pasokan air, nutrisi, dan oksigen ideal.
Davy menjelaskan, produk yang tembus ekspor ke tiga negara tersebut masih ke dalam pasar khusus, seperti restoran, supermarket, dan kafe. ”Kami tidak menembus pasar besar untuk menjaga harga dan sesuai dengan kualitas. Produk kami premium dan mampu mengalahkan produk-produk sejenis dari Malaysia dan negara lain,” katanya.
Akan tetapi, produk yang diekspor tidak semua berasal dari perusahaan. Davy menjelaskan, sebagian produk yang diekspor berasal dari kelompok tani di sekitar perkebunan yang sebelumnya telah mendapatkan arahan.
”Kami berbagi pengetahuan dengan para petani. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan dengan produk yang berkualitas, kami juga masih menerima suplai dari mereka, seperti buncis. Beberapa petani bahkan telah mampu mengekspor komoditas sendiri,” ujar Rusli.
Salah satu petani yang menyuplai baby buncis adalah Ulus Pirmawan (45). Setiap bulan, ia mengekspor buncis dan beberapa sayuran hingga 12 ton ke sejumlah negara. Dari produksi tersebut, Ulus mendapatkan keuntungan lebih dari 50 persen.
”Pasar ekspor identik dengan produk yang organik dan ramah lingkungan. Jadi, kami tetap menjaga itu agar bisa tetap mendapatkan pasar,” kata Ulus.