JAKARTA, KOMPAS – RA, korban pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh anggota Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan resmi melapor ke kepolisian. Berbagai upaya hukum akan ditempuh, termasuk mengadu ke Komisi Nasional Perempuan.
“Kami melaporkan kejahatan kesusilaan terhadap SAB dengan Pasal 294 Ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” kata kuasa hukum korban Heribertus S Hartojo di Jakarta, Kamis (3/1/2019).
Heribertus mengatakan, pihaknya telah menyerahkan sejumlah barang bukti, antara lain keterangan saksi, tangkapan layar percakapan Whatsapp, dan sejumlah dokumen. Ia menambahkan, segala upaya hukum akan dilakukan untuk memperoleh keadilan.
RA diduga diperkosa empat kali oleh atasannya, SAB yang merupakan anggota Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Pemerkosaan terjadi pada 2016-2018 selama RA bekerja sebagai tenaga kontrak asisten ahli Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.
Sebelumnya, RA pernah melaporkan hal ini kepada Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan. Namun, laporan tersebut tidak ditindaklanjuti. Akibatnya, RA putus asa dan sempat melakukan upaya bunuh diri pada 2 November 2018.
Pada Rabu (2/1/2019), RA dan kuasa hukumnya mendatangi Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri (Bareskrim Mabes Polri) untuk melakukan konsultasi hukum. Sejumlah barang bukti disortir agar mengarah ke pelanggaran pasal yang paling kontekstual.
Menurut Koordinator tim advokasi bagi RA, Ade Armando, pihaknya telah berkoordinasi dengan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan terkait kasus ini. Rencananya, kasus yang menimpa RA akan diperluas sebagai sebuah gerakan melawan kekerasan seksual.
“Komnas Perempuan sudah berjanji akan mendampingi kasus ini hingga ke ranah hukum. Kami juga sudah berkoordinasi dengan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) menyusul adanya ancaman terhadap korban,” kata Ade.
Ade mengatakan, korban memperoleh kekerasan verbal (verbal abuse) di sejumlah media sosial. Ia menduga, hal itu tidak dilakukan oleh masyarakat internet (netizen) biasa, melainkan oleh sejumlah pihak yang tidak bertanggung jawab atau buzzer.
Menurut RA, ia memperoleh sejumlah ancaman sejak kasus pemerkosaan ini diungkap kepada publik. Namun, ia enggan menyebutkan bentuk ancaman yang diperolehnya. Ancaman fisik dari SAB terhadap RA juga pernah diterima pada 28 November 2018 (Kompas.id, 2/1/2019).
“Saya belum tahu apa yang bisa mereka bantu (Komnas Perempuan dan LPSK). Namun, korban bisa diberi konseling dan pendampingan oleh mereka,” kata Ade.
Menurut rencana, RA dan tim advokasinya akan mengajukan laporan pengaduan kepada Komnas Perempuan besok (4/1/2019). Pada Senin (7/1/2019), mereka akan mengunjungi Komnas Perempuan untuk menindaklanjuti laporan yang diajukan. (SEKAR GANDHAWANGI)