JAKARTA, KOMPAS – Bank Indonesia Kantor Perwakilan DKI Jakarta merilis angka inflasi Jakarta sepanjang tahun 2018 tetap terkendali. Sejumlah faktor yang mendukung terkendalinya inflasi tahun ini adalah tarif transportasi yang terjaga, dan keberhasilan program Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dalam menjaga kestabilan harga pangan.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Trisno Nugroho, Kamis (3/1/2019), mengatakan, angka inflasi tahun 2018 lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2017 yang sebesar 3,72 persen (year on year). Angka inflasi DKI pada 2018 ini tercatat sebesar 3,27 persen. Angka tersebut masih sejalan dengan sasaran inflasi nasional tahun 2018 yang ditetapkan sebesar 3,5 persen ± 1 persen.
Jika dilihat dari dinamika bulanan, inflasi Jakarta pada Desember 2018 memang mengalami peningkatan sesuai dengan pola musimannya. Inflasi Desember tercatat sebesar 0,60 persen (month to month). Angka ini meningkat tajam dibandingkan inflasi November yang hanya 0,30 persen. Penyebab meningkatnya inflasi terutama berasal dari kelompok bahan makanan utama, dan tarif transportasi khususnya transportasi udara.
“Namun, angka inflasi Desember di Jakarta ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 0,62 persen (mtm),” ujar Trisno.
Bahan makanan utama menyumbang inflasi lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya dengan meningkatnya konsumsi telur ayam ras, daging ayam, dan beras. Pantauan di Pasar Minggu, harga beras kualitas medium dipatok Rp 9.000, Rp 11.875, Rp 13.125, Rp 13.750, Rp 14.375, hingga Rp 15.000 per kilogram. Adapun harga telur ayam sudah mulai stabil di Rp 26.000 per kilogram. Harga daging ayam ras juga stabil di Rp 35.000 per kilogram. Sebelumnya, harga telur ayam mencapai Rp 28.000-Rp 30.000 per kilogram. Sedangkan harga daging ayam ras mencapai Rp 42.000 per kilogram.
“Harga telur ayam ras dan daging ayam sudah turun dibandingkan akhir tahun lalu. Sekarang, yang harganya masih tinggi cabai rawit merah Rp 65.000 per kilogram atau naik Rp 5.000 per kilogram,” ujar Ermi, pedagang di Pasar Minggu.
Trisno menjelaskan, harga beras medium meningkat karena pasokannya berkurang. Di daerah pemasok, belum memasuki musim panen sehingga stok menipis. Namun, langkah pemprov DKI dengan melakukan operasi pasar beras sejak November 2018 dapat menahan gejolak harga yang berlebih. Adapun pasokan holtikultura seperti cabai rawit merah lebih mudah membusuk karena faktor cuaca. Inflasi bahan makanan di DKI Jakarta tercatat sebesar 1,83 persen (mtm) atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata tiga tahun sebelumnya 1,70 persen (mtm).
“Keberhasilan kinerja TPID DKI, membuat optimalisasi peran BUMD pangan dalam pengendalian harga, tetap menjadi model bisnis utama TPID Jakarta,” kata Trisno.
Dari kelompok pengeluaran lainnya, yang terdampak kenaikan harga bahan pangan, adalah makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau. Ada peningkatan permintaan dari masyarakat terutama pada kelompok makanan jadi selama Natal dan Tahun Baru.
Harga makanan jadi ikut naik karena bahan-bahan pokok utama seperti telur ayam ras juga tinggi. Selain itu, pada rokok dan tembakau, kenaikan harga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang menaikkan cukai rokok. Kenaikan cukai rokok ini juga memengaruhi kenaikan harga pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol.
“Kenaikan harga pada kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau mengalami kenaikan harga sebesar 0,31 persen (mtm),” terang Trisno.
Kelompok pengeluaran
Selain itu, kelompok pengeluaran yang naik secara signifikan pada bulan Desember adalah pengeluaran transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan. Kebutuhan masyarakat pada jasa angkutan udara dan kereta api selama libur Natal dan Tahun Baru pun ikut meningkat. Permintaan jasa angkutan meningkat sehingga berkontribusi sebesar 0,98 persen (mtm) atau lebih tinggi dari 0,15 persen (mtm) pada bulan November.
Trisno mengatakan, dengan memerhatikan pola perkembangan harga beberapa komoditas pangan di pasar, rencana kebijakan pemerintah, serta prospek perekonomian domestik ke depan, inflasi Jakarta pada 2019 diperkirakan akan sedikit meningkat. Namun, diperkirakan masih tetap selaras dengan sasaran inflasi nasional di angka 3,5 persen ± 1 persen. Tekanan dari permintaan masyarakat juga diperkirakan meningkat seiring dengan meningkatnya perekonomian domestik serta pesta demokrasi pada pertengahan 2018.
“Selain itu, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2019 juga akan berpengaruh pada kenaikan barang dan jasa secara umum,” kata Trisno.