Aktivitas Kegempaan Anak Krakatau Masih Fluktuatif
Oleh
Harry Susilo
·3 menit baca
PANDEGLANG, KOMPAS — Gunung Anak Krakatau kembali erupsi pada Kamis (3/1/2019) dengan tinggi semburan abu 1.710 meter di atas permukaan laut. Aktivitas kegempaan Anak Krakatau yang berstatus Siaga masih fluktuatif. Namun, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi memastikan potensi untuk terjadi tsunami sangat kecil.
Pengamat Gunung Api Anak Krakatau dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Pos Pemantau Pasauran, Deny Mardiono, mengungkapkan, aktivitas Anak Krakatau sejak Juni hingga kini aktivitas kegempaan masih fluktuatif.
Sebagai gambaran, pada Rabu (2/1/2019) tercatat 60 kali letusan Gunung Anak Krakatau yang terpantau dari Pos Pasauran atau meningkat jika dibandingkan dengan Selasa (1/1/2019) yang tercatat sebanyak 33 kali letusan.
”Jadi, kadang kegempaan terkadang naik drastis kemudian melandai, terus seperti itu,” kata Deny, saat ditemui di Kecamatan Labuan, Pandeglang, Banten, Kamis (3/1/2019).
Pada Kamis (3/1/2019), kembali terjadi erupsi Gunung Anak Krakatau pada pukul 12.03. Dalam siaran persnya, PVMBG Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menjelaskan, erupsi itu menyebabkan semburan dengan tinggi kolom abu mencapai 1.710 meter di atas permukaan laut atau 1.600 meter di atas puncak Anak Krakatau.
Berdasarkan pengamatan PVMBG, kolom abu berwarna hitam, dengan intensitas tebal condong ke arah utara dan timur laut. Amplitudo maksimum yang terekam pada seismogram adalah 31 milimeter dengan durasi 1 menit 10 detik. ”Arah abu kemungkinan ke arah Cilegon atau Lampung,” ujar Deny.
Deny mengungkapkan, saat ini Gunung Anak Krakatau masih bertatus Siaga atau Level III. Warga diimbau tidak beraktivitas dengan jarak 5 kilometer dari kawah. Adapun warga yang berada di pesisir Banten maupun Lampung dipastikan aman.
Sebab, Deny memastikan, berdasarkan pengamatan PVMBG, kecil kemungkinan terjadi tsunami akibat aktivitas kegempaan Gunung Anak Krakatau. ”Karena sekarang gunung lebih rendah hanya setinggi 110 meter di atas permukaan laut. Dari pantauan udara, kecil kemungkinan terjadi tsunami,” ucap Deny.
Suara gemuruh
Pada Kamis siang, beberapa letusan terdengar hingga pesisir Pandeglang, Banten. Sujai (60), penjaga Pantai Lagundi, Kecamatan Carita, Pandeglang, misalnya, mendengar suara gemuruh sejak pukul 10.00 hingga sekitar pukul 12.00. Namun, tidak terdapat abu vulkanik yang melanda kawasan pesisir Pandeglang.
”Saya, sih, tidak khawatir karena sering mendengar suara (gemuruh) serupa,” kata Sujai.
Secara terpisah, Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Tangerang Teguh Rahayu mengakui, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) masih mengeluarkan imbauan agar warga meningkatkan kewaspadaan dalam radius 500 meter dari garis pantai dengan pertimbangan Gunung Anak Krakatau masih berstatus Siaga.
”Zona waspada ini bukan berarti warga tidak boleh beraktivitas. Hanya meningkatkan kewaspadaan,” ujar Teguh Rahayu.
Menurut Ayu, BMKG masih terus mendalami penyebab tsunami Selat Sunda. Namun, masih ada potensi tsunami susulan yang perlu diwaspadai masyarakat. ”Karena kondisi di gunung sudah berkurang. Andai ada tsunami, tidak akan lebih besar dari yang terjadi kemarin,” kata Ayu. (NIA/BAY/PDS/E10/E17)