JAKARTA, KOMPAS — Komponen pangan berkontribusi paling besar terhadap inflasi indeks harga konsumsi sepanjang 2018. Tingkat inflasi pada Desember 2018 sebesar 3,11 persen sepanjang tahun.
Berdasarkan paparan Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (2/1/2019), indeks harga konsumsi (IHK) pada Desember 2018 bernilai 135,39 poin atau naik 0,62 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Jika ditarik sepanjang tahun atau dibandingkan dengan tahun lalu, tingkat inflasi 3,11 persen.
Andil terbesar selama inflasi 2018 disumbang oleh sektor kelompok pangan. Kontribusinya sebesar 0,68 persen, naik dari 0,25 persen pada inflasi 2017. Tingkat inflasi pada 2017 sebesar 3,61 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, komoditas yang memengaruhi inflasi pangan terdiri dari beras, daging ayam, dan telur ayam. Adapun harga beras medium di tingkat penggilingan telah naik dari Rp 9.526 per kilogram pada Desember 2017 menjadi Rp 9.798 per kg.
Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017, harga eceran tertinggi (HET) beras medium di tingkat konsumsi sebesar Rp 9.450 per kg di wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan. Suhariyanto mengatakan, kenaikan harga beras itu dipengaruhi oleh harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang meningkat dari Rp 4.995 per kg pada Desember 2017 menjadi Rp 5.237 per kg pada Desember 2018.
Dihubungi secara terpisah, ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro, mengatakan, sebenarnya inflasi pangan pada 2018 dapat semakin tertekan jika tidak ada impor beras. Adapun total pengadaan cadangan beras pemerintah yang berasal dari impor sepanjang 2018 berkisar 1,78 juta ton.
Telur dan daging ayam
Daging ayam dan telur terimbas tingginya harga jagung pakan. Suhariyanto mengatakan, angka andil kenaikan harga jagung sebesar 0,2 persen terhadap inflasi nasional.
Dalam pembentukan struktur harga telur dan daging ayam di tingkat konsumen, jagung pakan memiliki kontribusi terbesar. Peternak telah tertekan kenaikan harga jagung pakan sejak Juli 2018.
Berdasarkan Permendag Nomor 96 Tahun 2018, harga jagung di tingkat petani dipatok pada angka Rp 4.000 per kg. Saat ini, harganya sekitar Rp 5.800 per kg.
Sebelumnya, Presiden Peternak Layer Nasional Ki Musbar Mesdi mengatakan, dirinya telah mengimbau anggotanya untuk afkir dini ayam petelur sejak Oktober lalu agar peternak tidak tercekik harga produksi. Akibatnya, pasokan telur ayam pada Desember 2018 menurun 20 persen.
Di sisi peternak ayam pedaging, Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Singgih Januratmiko menyatakan, ongkos produksi daging ayam telah mencapai Rp 2.000 di atas harga acuan. Kenaikan itu dipicu oleh kenaikan harga pakan.
Menurut ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, data produksi jagung dari BPS merupakan solusi untuk mengatasi inflasi harga pangan akibat telur dan daging ayam. ”Telur dan daging ayam merupakan sumber protein nabati yang mudah diakses masyarakat,” ucapnya.