Ombudsman RI Perwakilan DIY Berencana Panggil Paksa Rektor UGM
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS—Ombudsman RI Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta berencana memanggil paksa Rektor Universitas Gadjah Mada Panut Mulyono untuk diminta klarifikasi tentang dugaan maladministrasi mengenai penyelesaian kasus dugaan pelecehan seksual di universitas tersebut. Panut selalu mangkir ketika dimintai hadir sehingga langkah pemanggilan dilakukan lembaga itu.
“Ini terpaksa kami lakukan karena kami punya tanggung jawab moral yang berat untuk menyelesaikan kasus ini. Kami sudah punya gambaran draf laporan akhir investigasi, tinggal menunggu rektor bisa memberikan keterangan untuk mendapatkan finalisasi laporan,” kata Kepala Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), di Yogyakarta, Rabu (2/1/2018).
Sebelumnya, ORI DIY sudah mengumpulkan data dan informasi terkait dugaan maladministrasi itu setelah menemui Badan Penerbitan dan Pers Mahasiswa (BPPM) Balairung UGM, perwakilan mahasiswa UGM, Tim Etik UGM, Departemen Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM Erwan Agus Purwanto, dan Dekan Fakultas Teknik UGM Nizam, pada November 2018.
Budhi menuturkan, terdapat dua dugaan maladministrasi yang sementara ini dilihatnya, yaitu penundaan berlarut dalam penyelesaian kasus, dan dimasukannya terduga pelaku sebagai daftar wisudawan, meskipun kasusnya belum sepenuhnya diselesaikan oleh universitas.
Kemudian, ORI DIY mengirimkan surat permintaan kehadiran kepada Panut, pada 13 Desember 2018, untuk pertemuan pada 19 Desember 2018. Pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) menawar agar pertemuan kedua belah pihak digelar 20 Desember 2018. Namun, Panut ternyata tetap tidak hadir pada tanggal yang disepakati kedua belah pihak.
“Kita meminta kehadiran. Bahasanya masih meminta kehadiran, karena kami coba tahap pertama itu melakukan pendekatan persuasif,” kata Budhi.
Budhi menyatakan, pihaknya perlu mendapatkan jawaban klarifikasi langsung dari Panut karena persoalan maladministrasi itu berkaitan langsung dengan Panut yang menjabat sebagai rektor. Ia pun mengutus asistennya untuk meminta keterangan itu kepada Panut di UGM, pada 31 Desember lalu. Namun, Panut juga belum bersedia menemui ORI DIY, dan mewakilkannya kepada pengurus universitas lainnya.
“Kami langsung melayangkan pemanggilan 31 Desember 2018 itu untuk pertemuan Rabu ini. Tetapi, rektor juga tidak hadir. (Rabu) sore ini, kami layangkan surat pemanggilan pertama untuk kami mintai keterangan minggu depan,” kata Budhi.
Budhi menuturkan, surat pemanggilan itu maksimal dikirimkan sebanyak tiga kali. Apabila dalam tiga kali pemanggilan tidak juga mendapatkan tanggapan, ORI DIY berwenang menjemput paksa Panut agar bisa dimintai keterangan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 31 UU 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
Dihubungi secara terpisah, Panut enggan memberikan tanggapan tentang rencana pemanggilannya oleh ORI DIY. Ia menyatakan, urusan pemanggilan itu telah diserahkannya kepada Kepala Kantor Hukum dan Organisasi UGM Aminoto.
Tim Etik Serahkan Hasil
Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM Iva Ariani menyampaikan, hasil rekomendasi dari Tim Etik UGM mengenai pemberian sanksi terhadap terduga pelaku sudah diserahkan kepada jajaran pemimpin universitas sejak 31 Desember 2018. Saat ini, hasil rekomendasi itu masih dipelajari.
“Iya, sudah diserahkan kepada pemimpin universitas. Semua masih berjalan. Ini sementara dipelajari oleh para pemimpin universitas,” kata Iva.
Selain itu, Polda DIY terus mendalami kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa mahasiswi UGM saat menjalani Kuliah Kerja Nyata. Sebanyak 19 saksi terkait kasus itu telah diperiksa oleh aparat kepolisian. (Kompas, 1/1/2019)
Kasus dugaan pelecehan seksual itu terjadi saat penyelenggaraan program KKN UGM di Pulau Seram, Maluku, pada tahun 2017. Korban adalah mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, sedangkan terduga pelaku adalah mahasiswa Fakultas Teknik UGM. Waktu itu, keduanya sama-sama mengikuti KKN di tempat itu.