Inflasi Dipengaruhi Pengendalian Harga dan Perlambatan Konsumsi
Oleh
Karina Isna Irawan/Dimas Waraditya
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam empat tahun terakhir sejak 2015, inflasi di Indonesia terjaga pada level 3 persen setelah sempat mencapai 8,36 persen pada 2014. Kondisi ini didorong konsistensi pemerintah dalam mengendalikan harga kebutuhan pokok dibarengi pertumbuhan konsumsi yang cenderung melambat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Desember) 2018 dan tahun ke tahun (Desember 2018 terhadap Desember 2017) masing-masing sebesar 3,13 persen. Inflasi tahun ini tergolong paling rendah setelah tahun 2016 sebesar 3,02 persen.
Pada Desember 2018, inflasi dipicu kenaikan harga seluruh indeks kelompok pengeluaran. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan antara lain tarif angkutan udara, telur ayam ras, daging ayam ras, bawang merah, beras, tarif kereta api, cabai rawit, air kemasan, rokok kretek filter, dan tarif angkutan antarkota.
Adapun komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,17 persen. Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender dan dari tahun ke tahun masing-masing sebesar 3,07 persen.
Menteri Koodinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, beberapa tahun terakhir inflasi di Indonesia sudah tidak mengkhawatirkan kendati beberapa harga komoditas naik. Misalnya, kenaikan harga beras pada 2017 dan tarif angkutan serta harga telur ayam pada awal 2018. Pemerintah terus berupaya mengendalikan harga dan menurunkan target inflasi ke arah yang lebih rendah.
”Namun, saya yakin inflasi kita akan di bawah tahun 2017 (yang) menunjukkan kita berhasil mengendalikan inflasi,” kata Darmin dalam pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia di Jakarta, Rabu (2/1/2019).
Darmin menuturkan, rendahnya inflasi bukan disebabkan daya beli masyarakat turun. Sebab, saat ini harga tetap merangkak naik yang berarti permintaan terus tumbuh. Inflasi terjaga justru disebabkan konsistensi pemerintah dalam mengendalikan harga kebutuhan pokok. Di sisi lain, pemerintah juga tidak menaikkan harga subsidi bahan bakar minyak dan tarif listrik.
Secara terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah Redjalam menuturkan, inflasi yang rendah bisa dilihat dari dua sisi.
Pertama, pemerintah menunjukkan konsistensi dalam menjaga kenaikan harga kebutuhan pokok, seperti subsidi BBM, tarif listrik, dan beberapa harga komoditas. Di tingkat daerah, para pemimpin juga semakin sadar pentingnya menjaga inflasi.
Kedua, upaya mengendalikan harga juga dibarengi pertumbuhan konsumsi yang relatif melandai. Pada 2017, pertumbuhan konsumsi tidak mencapai 5 persen, sementara tahun 2018 diperkirakan pada kisaran 5 persen. Pemerintah bisa menjaga pasokan barang, tetapi permintaan juga tidak terlalu tinggi. ”Kombinasi kedua ini menyebabkan inflasi sangat rendah,” kata Piter.
Tantangan
Kendati masih dalam batas aman, pemerintah mesti mewaspadai laju kenaikan inflasi yang berpotensi terjadi pada 2019. Kenaikan inflasi ini bersumber dari tekanan terhadap rupiah dan keterbatasan pasokan minyak akibat pengurangan produksi minyak dunia serta cuaca ekstrem.
Proyeksi Bank Dunia, tim Ekonom Bank Mandiri, Institute for Development of Economics and Finance (Indef), dan CORE yang dihimpun Kompas, inflasi 2019 diproyeksikan 3,5-4 persen. Dalam asumsi makro APBN 2019, inflasi ditargetkan berkisar 2,5-4,5 persen.
Bank Dunia dalam laporan perkembangan triwulanan perekonomian Indonesia menyebutkan, kenaikan inflasi 2019 akan dibarengi penguatan konsumsi karena belanja sosial dan pasar tenaga kerja meningkat. Namun, investasi belum pulih karena investor cenderung menahan diri hingga momen pemilu selesai.
Piter menambahkan, pemerintah mesti mewaspadai kenaikan inflasi pada 2019. Keputusan untuk meningkatkan harga BBM akan berdampak pada hampir semua komponen mulai dari makanan sampai transportasi. Pemerintah cukup kuat menahan kenaikan harga BBM jika harga minyak dunia stabil di bawah 50 dollar AS per barel.
“Tekanan eksternal yang berimbas pada volatilitas harga minyak dunia masih mungkin terjadi, kendati tidak sekuat tahun 2018,” kata Piter.
Kepala Ekonom dan Riset PT Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan, inflasi dan produk domestik bruto (PDB) menjadi indikator dalam perhitungan kenaikan upah minimum regional (UMR). Inflasi yang terjaga pada level 3 persen memberikan kepastian bagi investor untuk masuk ke dalam negeri. Di sisi lain, investor dan pemerintah tidak boleh mengabaikan kesejahteraan pekerja kendati hitungan kenaikan UMR sudah pasti.
“Kalau investasi meningkat, UMR akan ikut terdongkrak karena ekonomi tubuh. Kondisi itu akan memicu peningkatan daya beli karena pendapatan naik,” kata Enrico.