JAKARTA, KOMPAS — Sistem pendukung untuk mengenali adanya perubahan ketinggian permukaan air laut di sekitar Gunung Anak Krakatau terus dikembangkan. Hal ini penting untuk mengantisipasi secara dini dampak aktivitas vulkanik gunung tersebut terhadap gelombang air laut.
Pada Selasa (1/1/2019), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memasang water level dan sensor curah hujan di Pulau Sibesi, Lampung. Pemasangan alat tersebut bertujuan untuk memantau naik-turunnya gelombang air laut di kawasan Gunung Anak Krakatau.
Kepala Pusat Instrumentasi Kalibrasi dan Rekayasa BMKG Hanif Andi Nugraha mengatakan, water level bukanlah alat untuk mendeteksi tsunami secara langsung, melainkan salah satu rujukan untuk mengonfirmasi perubahan ketinggian air laut. Alat ini digunakan sebagai pendukung tide gauge yang sudah terdapat di wilayah pesisir Banten dan Lampung.
”Alat ini untuk memberikan konfirmasi adanya kenaikan atau penurunan muka air laut di sekitarnya,” kata Hanif saat ditemui di Kantor BMKG, Jakarta, Rabu (2/1).
Menurut Hanif, water level tersebut akan mengeluarkan gelombang ultrasonik yang mengarah ke air laut. Kemudian, alat itu akan menerima pantulan informasi terkait ketinggiannya. Semakin tinggi nilai yang ditangkap, semakin jauh jarak permukaan air laut dengan sensor.
Data dari alat tersebut akan diterima oleh server automatic water system (AWS) rekayasa BMKG setiap menit. Kemudian, data tersebut akan diolah dalam bentuk grafis agar bisa secara mudah diterjemahkan oleh Bidang Geofisika BMKG.
Jika perubahannya halus, kemungkinan itu adalah perubahan gelombang pasang karena anomali cuaca. Yang akan diwaspadai jika ada perubahan drastis secara tiba-tiba.
Fungsional Perekayasa Pusat Instrumentasi, Kalibrasi, dan Rekayasa BMKG, Agung Saifulloh Majid, mengatakan, jika terjadi tsunami, grafik akan meningkat dan menurun melebihi ambang batasnya setidaknya sebanyak dua kali. Adapun sensor akan menembakkan gelombang ultrasonik pada setiap detik.
”Jika ada gelombang seperti tsunami, grafiknya tidak menentu. Bisa naik atau menurun terlebih dulu secara drastis,” kata Agung.
Menurut Agung, alat ini tetap rentan mengalami kerusakan, terutama jika terkena empasan gelombang laut. ”Yang bisa rusak adalah komponen elektronik selain sensor,” ujar Agung.
Difungsikan beragam
Water level adalah salah satu bagian peralatan dari AWS milik BMKG. Setidaknya ada 10 sensor dalam AWS tersebut. Saat ini, ada 16 water level yang telah terpasang di Indonesia dan difungsikan beragam. Misalnya, di pesisir Cilacap, Tanjung Balai Karimun, dan Tanjung Priok.
”Fungsi awalnya adalah untuk keperluan kemaritiman di pelabuhan sehingga kapal-kapal bisa mendapat informasi untuk bersandar,” ucap Hanif.
Menurut Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Tsunami BMKG Daryono, pemasangan alat pendeteksi gelombang laut di pulau dekat Gunung Anak Krakatau bisa memberikan waktu kepada masyarakat untuk mengungsi. Waktu kunci yang bisa dimanfaatkan masyarakat tersebut berkisar antara 15 dan 20 menit (Kompas, 27/12/2018).
Terjang gelombang tinggi
Proses pemasangan water level di Pulau Sibesi bukanlah hal yang mudah. Tim BMKG didampingi oleh TNI Angkatan Laut harus menerjang gelombang tinggi selama berlayar. Perjalanan ditempuh lebih kurang selama 4 jam dari Pelabuhan Indah Kiat, Cilegon, menggunakan KRI Torani milik TNI AL.
”Kami berangkat sekitar pukul 07.00 saat gelombang tinggi dan hujan lebat. Pukul 14.00 sudah terpasang dan data sudah masuk ke dalam sistem,” kata Hanif.
Sebelum di Pulau Sibesi, water level sudah dipasang di kawasan area PLTU Labuhan, Pandeglang, Sabtu (29/12/2018). Adapun di Pelabuhan Merak, water level juga diperbaiki sehari sebelumnya.
Saat ini, BMKG masih mengkaji terkait rencana pemasangan alat tersebut di pulau terdekat Gunung Anak Krakatau, seperti Pulau Rakata, Panjang, dan Sertung. Mengingat, saat ini status Gunung Anak Krakatau masih siaga ditambah dengan adanya gelombang tinggi.
Hanif menambahkan, berdasarkan survei, tiga pulau tersebut belum memiliki dermaga yang ideal untuk pemasangan water level. Mengingat alat tersebut harus di pasang menjorok ke laut. Seperti di Pulau Sibesi yang dipasang pada dermaga dengan jarak sekitar 8,4 meter dari dasar laut.
”Jangkauan sensor ultrasonik dari water level tersebut akan akurat jika berjarak sekitar 10 meter dari dasar laut,” ujar Agung. (FAJAR RAMADHAN)