Warga Pesisir Pandeglang Perlu Dibekali Mitigasi Bencana Tsunami
Oleh
Harry Susilo
·4 menit baca
PANDEGLANG, KOMPAS – Mitigasi bencana di wilayah pesisir Pandeglang, Banten, perlu ditingkatkan karena warga penyintas bencana tsunami Selat Sunda mulai meninggalkan lokasi pengungsian untuk pulang ke rumah. Kondisi ini untuk mengantisipasi jika ada gelombang tinggi maupun tsunami lagi yang melanda wilayah pesisir.
Bupati Pandeglang Irna Narulita mengatakan, meski potensi tsunami susulan dan gempa masih ada, pengungsi yang mulai pulang ke rumah masing-masing tidak bisa dicegah. Akan tetapi, mereka perlu dibekali dengan pendidikan mitigasi bencana. Pemerintah dan warga perlu sama-sama waspada.
"Saya sudah meminta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memberikan edukasi kebencanaan kepada setiap camat dan kepala desa besok Rabu (2/1/2019)," kata Irna di Pandeglang, Selasa (1/1/2019) malam. Menurut dia, setiap camat dan kepala desa bertugas mendistribusikan pengetahuan tersebut kepada warga agar mereka mampu mengambil langkah tepat saat terjadi bencana.
Selain itu, pihaknya meminta warga untuk mengoptimalkan fungsi kentongan dan beduk sebagai alat peringatan jika tsunami terjadi. Sebab, suara alat pendeteksi dini tsunami milik Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) hanya terdengar dalam radius 2 kilometer.
Berdasarkan data Posko Terpadu Bencana Tsunami Selat Sunda, jumlah pengungsi korban tsunami di Pandeglang menurun karena sejumlah warga mulai kembali ke rumahnya masing-masing. Pada Selasa (1/1/2018) pagi, jumlah pengungsi masih sebesar 30.816 orang, tetapi pada malam hari menjadi 22.810 orang.
Salah satunya Sofi (38), warga Desa Sukajadi, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Banten. Meski rumahnya tidak hancur diterjang tsunami pada Sabtu (22/12/2018), ia bersama suami dan dua anaknya mengungsi ke berbagai tempat yang lebih tinggi dari pantai. Sofi bersama keluarganya ikut mengungsi karena rumahnya berada 200 meter dari laut.
“Kami berpindah-pindah tempat pengungsian setiap hari, mulai dari masjid, rumah kerabat, hingga posko pengungsian. Terakhir di tinggal di Desa Tembong (Kecamatan Carita),” kata Sofi di Pandeglang, Senin (31/12/2018) malam lalu.
Setelah tujuh hari mengungsi dengan cara berpindah-pindah tempat, Sofi dan keluarga kembali ke rumah. “Kami merasa sudah aman, karena selama beberapa hari tidak ada tsunami susulan,” kata Sofi.
Di rumah, ia dan suaminya membagi tugas berjaga setiap malam. Salah satu dari mereka tidak boleh tidur untuk memastikan kondisi laut. Dengan begitu, ia berharap, mereka dapat segera melarikan diri jika terjadi tsunami susulan.
Di Kecamatan Labuan, beberapa pengungsi juga diperkirakan sudah kembali ke rumah. Penanggung jawab posko lapangan futsal Labuan Abu Salim mengatakan, ada penurunan jumlah pengungsi. Hal tersebut dilihat dari penurunan jumlah makan malam yang dikonsumsi.
“Pada Senin malam, ada 150 bungkus makanan yang tidak dimakan. Kami perkirakan mereka sudah pulang,” kata Abu. Adapun total pengungsi di posko itu adalah 1.400 orang.
Abu menambahkan, jumlah pengungsi kembali bertambah pada Selasa siang. Namun, mereka berasal dari kawasan yang terendam banjir. Oleh karena itu, pihaknya masih mendata kembali jumlah pengungsi untuk memetakan kebutuhan mereka.
Khawatir
Kendati demikian, sebagian warga yang pulang masih tetap khawatir. Sanamah (32), warga Desa Tanjungjaya, Kecamatan Panimbang, mengaku sering terjaga setiap beberapa jam. Dia tetap risau karena kondusif atau tidaknya situasi belum bisa dipastikan. “Dentuman Gunung Anak Krakatau sudah tidak sering terdengar. Warga di sekitar rumah saya juga sudah pulang,” ujar Sanamah.
Sanamah pulang membawa barang-barangnya dengan sepeda motor. Kendaraan itu harus hilir mudik beberapa kali ke pengungsian yang berada di belakang kantor Desa Tanjungjaya. Sebagian warga juga memutuskan pulang karena penyebaran hoaks tak terjadi lagi.
“Memang, di pengungsian itu, banyak warga belum pulang. Tapi, beberapa warga berjaga-jaga di pantai. Mereka memberi tahu kalau melihat air laut naik,” katanya. Karena itu, sebagian warga berani kembali ke rumahnya karena bisa menerima informasi dari mereka yang bersiaga di pantai.
“Saya juga sudah memilah-milah informasi yang beredar. Beberapa warga mengamati laut hingga malam. Jadi, saya sedikit tenang. Hoaks juga sudah tidak beredar lagi,” ujarnya. Selain itu, menurut Sanamah, pengungsian sudah dibersihkan warga sebelum pulang.
Camat Sumur Endin Haerudin mengatakan, sebagian warganya yang mengungsi mulai kembali ke rumah masing-masing. Jumlah warga yang pulang belum diketahui karena sedang didata. Mereka yang pulang ke rumah mulai beraktivitas seperti biasa.
“Ada yang bermain voli, membuka tokonya, bahkan mengadakan pernikahan. Masyarakat Sumur mulai tenang,” katanya. Meski demikian, warga tetap waspada. Namun, sejumlah warga lain sudah pulang ke rumah tetapi masih kembali ke pengungsian pada malam hari. (NIA/BAY/ILO/E10/E17)