JAKARTA, KOMPAS — Untuk pertama kali, penerimaan negara pada 2018 dinyatakan melampaui target APBN. Pencapaian target ini dibarengi defisit anggaran terhadap produk domestik bruto di bawah 2 persen.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang dikutip Kompas, Selasa (1/1/2019), target penerimaan negara dalam APBN 2018 sebesar Rp 1.894,7 triliun. Penerimaan itu terdiri dari perpajakan Rp 1.301,4 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 324,5 triliun, dan hibah Rp 10,6 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat telekonferensi bersama pegawai Kementerian Keuangan di 34 provinsi mengatakan, kinerja APBN tahun 2018 lebih baik karena realisasi penerimaan negara sudah melebihi 100 persen, belanja negara mencapai 97 persen, dan defisit anggaran di bawah 2 persen.
Realisasi belanja negara sebesar 97 persen dari pagu APBN itu senilai Rp 2.154 triliun. Adapun defisit anggaran yang di bawah 2 persen berarti lebih rendah dari target 2,19 persen, sebesar Rp 325,9 triliun. Dalam beberapa kesempatan, Sri Mulyani menyatakan, defisit anggaran bisa mencapai 1,86 persen-1,87 persen yang diklaim terendah dalam lima tahun terakhir.
”Yang saya dengar tadi baik dari Papua sampai Sumatera untuk penerimaan pajak mungkin masih di bawah 100 persen. Namun, bea cukai dan PNBP rata-rata di atas 100 persen,” kata Sri Mulyani.
Ini pertama kali penerimaan negara melampaui 100 persen. Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Marwanto menambahkan, penerimaan negara tahun 2018 sudah mencapai 100,1 persen sampai dengan pukul 07.00 pada Senin (31/12/2018). Pencapaian target ini tak terlepas dari kenaikan harga komoditas dan pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS. Kinerja APBN 2018 secara lengkap menurut rencana akan dipublikasikan pada Rabu (2/1/2019).
Rasio pajak
Peningkatan penerimaan negara juga didorong reformasi perpajakan. Pertumbuhan penerimaan perpajakan pada 2013-2017 rata-rata hanya 5,7 persen, sementara tahun 2018 dan 2019 diproyeksikan masing-masing 15,3 persen dan 15,4 persen. Pemerintah juga berupaya meningkatkan rasio pajak dari 11,57 persen tahun 2018 menjadi 12,22 persen tahun 2019.
Mengacu pada kinerja tahun 2018, Sri Mulyani optimistis menghadapi tahun 2019. Namun, kewaspadaan juga mesti ditingkatkan karena ketidakpastian global masih menyelimuti perekonomian dalam negeri.
”Tahun 2019 bukan tahun yang kita bayangkan akan jauh lebih ringan,” katanya.
Sejumlah ekonom menilai volatilitas perekonomian Indonesia masih cukup kuat pada paruh pertama 2019. Volatilitas itu bersumber pada tekanan global, yaitu kesepakatan soal tarif impor antara China dan Amerika Serikat, kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS, dan keputusan soal Brexit.