PANDEGLANG, KOMPAS — Kompleks Pasar Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten, kembali diterjang banjir pada Selasa (1/1/2019). Untuk kedua kalinya, pasar itu terendam banjir setelah tsunami akibat letusan Gunung Anak Krakatau menerjang pesisir Pandeglang pada Sabtu (22/12/2018).
Hingga Selasa sore, banjir di kompleks pasar itu masih belum surut. Para pedagang di pasar itu pun terpukul karena hampir seluruh barang dagangan mereka rusak terendam banjir. Apalagi, pada Rabu (26/12), empat hari setelah terjadi tsunami, pasar itu telah terendam banjir.
Banjir di kawasan pasar itu dipicu oleh hujan lebat yang berlangsung sejak Senin (31/12) siang hingga malam hari. Ketinggian banjir saat itu mencapai 1 meter. Hingga Selasa sore, banjir lambat sekali surut dan menyebabkan ratusan kios pedagang masih terendam air setinggi lebih kurang 70 sentimeter.
Unang (56), pedagang bahan makanan pokok di Pasar Labuan, mengatakan, banjir yang menerjang Pasar Labuan pada Senin itu merendam semua barang dagangannya. Banjir pun, lanjutnya, hanya surut secara perlahan sehingga tak ada satu pun barang dagangannya yang dapat diselamatkan.
”Mulai dari tepung terigu, sagu, gula pasir, semua terendam dan tidak bisa dijual,” kata Unang.
Unang mengatakan, banjir untuk kedua kalinya ini cukup memukul usahanya. Sebab, saat tsunami menerjang pesisir Pandeglang pada Sabtu lalu hingga banjir pertama terjadi pada Rabu lalu, aktivitas perdagangan di Pasar Labuan nyaris lumpuh.
Selama lebih dari sepekan sejak tsunami terjadi, Unang mengaku, dia hanya dapat berdagang selama empat hari. Pasokan bahan pokok dari distributor pun, ujarnya, terhambat sejak bencana tsunami terjadi.
”Pembeli minim. Hanya sesekali para relawan bencana itu datang berbelanja, sementara pasokan barang dari distributor pun tak ada,” ujarnya.
Nanda (33), agen makanan kecil di Pasar Labuan, mengatakan, kiosnya juga tak luput dari rendaman banjir. Tokonya dipenuhi kardus kemasan makanan yang basah. Tidak hanya itu, air juga masuk ke kemasan berbagai makanan.
Bangkai kapal
Padahal, menurut sejumlah pedagang, selama 17 tahun ini Pasar Labuan tak pernah terendam banjir. Namun, sejak tsunami terjadi, imbuh Unang, Pasar Labuan menjadi lebih mudah terendam banjir jika turun hujan lebat. ”Ini merupakan banjir kedua yang masuk ke pasar,” kata Unang.
Sulitnya banjir di Pasar Labuan itu surut antara lain karena Sungai Cipunten Agung yang berada di sekitar pasar itu tak mampu menampung debit air yang mengalir. Tampak beberapa bagian badan sungai itu dipenuhi timbunan bangkai kapal yang terdampar dan rusak akibat diterjang tsunami.
Salah seorang pedagang, Faisal (23), mengungkapkan, setelah tsunami terjadi, ada banyak bangkai kapal yang terdampar dan menyumbat aliran Sungai Cipunten Agung yang berbatasan dengan permukiman di Desa Teluk, Kecamatan Labuan. Akibatnya, sungai itu tak mampu menampung air hujan sehingga menyebabkan aliran airnya meluap dan membanjiri pasar.
”Aliran air sungai tersumbat bangkai kapal. Kapal-kapal itu terdampar dan rusak akibat diterjang tsunami. Namun, sampai sekarang belum ada petugas yang mengangkat timbunan bangkai kapal itu,” tutur Faisal.
Menurut Faisal, kerusakan seusai tsunami yang tidak ditangani itu merugikan warga setempat. Warga menjadi kesulitan menjalankan usaha dan aktivitasnya sehari-hari. ”Kami berharap bangkai-bangkai kapal ini segera diangkut,” ujar Faisal.
Sementara itu, dalam rapat koordinasi yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Pandeglang, Komando Distrik Militer 0601 Pandeglang, Polres Kabupaten Pandeglang; Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan Badan SAR Nasional, yang berlangsung pada Selasa sore, penanganan bangkai kapal masih dibicarakan. Namun, di dalam rapat itu belum diperoleh keputusan untuk menangani timbunan bangkai kapal tersebut. (NIA/E17)