JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang tahun 2018, industri perhotelan di Indonesia mengalami berbagai dinamika, baik itu tantangan maupun kesempatan. Beragam strategi terus dilakukan guna mengembangkan usaha dan menarik minat calon konsumen.
Transformasi digital turut menghantam industri perhotelan konvensional sebab muncul platform penyewaan penginapan yang menyediakan kamar dengan cepat dan murah. Di samping itu, terjadi bencana alam di beberapa wilayah tujuan pariwisata sehingga memicu sentimen negatif dari wisatawan.
Namun, Indonesia juga menjadi tuan rumah perhelatan kegiatan internasional. Ajang olahraga Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang serta pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali juga memengaruhi tingkat okupansi hotel di wilayah tersebut.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani saat dihubungi dari Jakarta, Senin (31/12/2018), mengatakan, pertumbuhan industri perhotelan secara keseluruhan sedikit meningkat pada 2018 dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data yang diolah dari Badan Pusat Statistik, rata-rata tingkat penghunian kamar pada hotel bintang di Indonesia Januari-Oktober 2018 mencapai 56,57 persen. Jumlah itu naik sedikit dibandingkan dengan periode sama pada 2017 sebesar 55,1 persen.
”Perkiraan pertumbuhan industri perhotelan selama 2018 sebesar 8 persen,” kata Hariyadi. Menurut dia, pertumbuhan industri perhotelan masih belum menggembirakan karena pemerintah berkomitmen menggenjot sektor pariwisata selama beberapa tahun terakhir.
Salah satu penyebab belum optimalnya pertumbuhan adalah daya beli masyarakat rendah. Masyarakat akhirnya beralih menggunakan platform penyewaan penginapan, seperti Airbnb. Keberadaan platform tersebut membuat masyarakat yang dapat menyewakan kamar kosong layaknya tempat penginapan resmi.
Hanya saja, kekurangan dari fasilitas itu adalah pemilik penginapan tidak perlu membayar pajak. Selain itu, data terkait okupansi hotel juga tidak tersedia.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai, penginapan yang memanfaatkan platform digital perlu didorong untuk segera terdaftar. ”(Usaha) yang tidak terdaftar itu membuat perekonomian kita memiliki terlalu banyak sektor informal sehingga produk domestik bruto kita undervalued,” tuturnya.
Wakil Ketua Umum Destinasi Wisata PHRI Johnnie Sugiarto menyampaikan, bencana alam yang terjadi memengaruhi tingkat okupansi hotel menjelang pertengahan hingga akhir tahun. Indonesia dilanda bencana alam, seperti gempa bumi di Nusa Tenggara Barat, gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah, serta tsunami di Banten dan Lampung, sejak pertengahan 2018.
”Ada imbauan untuk terus menghindari daerah pesisir. Oleh karena itu, sebagian besar hotel di pinggir pantai kosong,” ujarnya.
Menurut Johnnie, tingkat okupansi hotel menjelang libur Natal dan Tahun Baru kali ini tidak menunjukkan angka yang menggembirakan. Tingkat okupansi hotel pada periode tersebut diketahui hanya mencapai 40 persen, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya dapat mencapai 90-95 persen.
Strategi
Direktur Komunikasi Hotel Mulia Senayan, Jakarta, Romy Herlambang menyampaikan, untuk menarik minat calon tamu, hotel tersebut kerap mengadakan acara yang mengundang artis luar negeri. Berbagai artis asing yang telah datang adalah Brian McKnight, Kool & The Gang, dan Louisa Johnson.
”Untuk perayaan Tahun Baru 2018, kami mengundang penyanyi asal Amerika Serikat, Mýa,” kata Romy. Strategi tersebut dinilai berhasil menarik minat konsumen untuk menginap di Hotel Mulia Senayan karena hotel dengan 994 kamar itu telah terpesan (fully booked).
Public Relations Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Ananda Wondo, mengatakan, hotel tersebut juga mengadakan acara dengan tema yang unik. Misalnya, dengan mengadakan acara tahun baru bertema ”New Year’s on Deck”. ”Ruangan akan didekorasi dengan seolah-olah tamu sedang pesta Tahun Baru di kapal pesiar,” ujarnya.