JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan teknologi digital membuka celah bagi tindak pidana pencucian uang melalui teknologi finansial. Kewaspadaan untuk mencegah kejahatan pencucian terjadi melalui platform digital menjadi penting.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko di Jakarta, Minggu (30/12/2018), menyampaikan, pada dasarnya, penyaringan identitas pemberi pinjaman di perusahaan teknologi finansial (tekfin) melalui dua kali proses verifikasi.
Calon pemberi pinjaman kepada perusahaan tekfin perlu memiliki rekening bank terlebih dulu. Oleh karena itu, identitas calon pemberi pinjaman telah terverifikasi oleh bank ketika membuka rekening. Ketika mendaftar di perusahaan tekfin, identitas calon pemberi pinjaman akan kembali diperiksa oleh perusahaan.
Proses tersebut menunjukkan validasi identitas perusahaan tekfin masih bergantung pada perbankan. ”Kalau penipuan terjadi dari bank menggunakan KTP-el palsu lolos, bisa jadi pendaftaran di perusahaan tekfin ikut lolos karena dokumen sama,” kata Sunu.
Kendati demikian, lanjutnya, potensi tindak pidana pencucian uang (TPPU) terjadi melalui transaksi teknologi finansial masih kecil. Sejak didirikan, asosiasi tersebut belum pernah menemukan laporan terkait dengan transaksi keuangan yang mencurigakan.
Ketua Bidang Pendanaan Multiguna AFPI Dino Martin menambahkan, TPPU dapat terjadi di semua jenis jasa layanan pembiayaan, termasuk perbankan dan tekfin. Validasi data perusahaan tekfin memang masih bergantung pada perbankan. Sementara perbankan juga sulit melakukan verifikasi data secara menyeluruh akibat data penduduk yang tidak terintegrasi lintas lembaga.
”Data penduduk ada yang berada di dinas kependudukan dan pencatatan sipil, data gaji di BPJS Ketenagakerjaan, sedangkan data pendapatan ada di kantor pelayanan pajak,” kata Dino memberi contoh.
Sebelumnya, Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae di sela konferensi pers ”Mewujudkan Pilkada dan Pemilu Bebas Politik Uang” menyebutkan, transformasi digital membuka celah bagi pelaku kejahatan TPPU untuk berinovasi dalam melakukan kejahatan.
Itu terlihat dari adanya temuan transaksi mencurigakan melalui mekanisme penggalangan dana (donation crowdfunding). Salah satu metode yang biasa digunakan adalah dengan memublikasikan nomor rekening atau akun virtual di media sosial, pesan singkat, ataupun e-mail masyarakat untuk meminta sumbangan.
Dian melanjutkan, di sejumlah negara, pelaku kejahatan bahkan kini melakukan pencucian uang dengan menggunakan kriptokurensi atau mata uang digital.