Tanah Relokasi Pemukiman Siap, Tunggu Musyawarah Warga
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·2 menit baca
LAMPUNG SELATAN, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan menyatakan memiliki persediaan lahan yang dapat digunakan sebagai lokasi pemukiman baru. Namun, proses relokasi akan dilakukan dengan mempertimbangkan masukan warga.
Pelaksana tugas Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto mengatakan, ketersediaan lahan di wilayahnya mencukupi untuk digunakan sebagai lokasi pembangunan pemukiman baru bagi warga yang terdampak tsunami erupsi Gunung Anak Krakatau. Akan tetapi, pihaknya akan membuka komunikasi dengan warga terkait rencana tersebut.
“Tanah kami banyak. Yang jelas bagaimana dengan kemauan mereka. Yang jelas, jangan bangun di tempat yang sama karena itu menyalahi aturan. Salah juga pemerintah kalau seperti itu, seperti melakukan ‘pembunuhan’ apabila ada musibah lagi,” kata Nanang saat ditemui di kompleks rumah dinas bupati pada Sabtu (29/12/2018) pagi.
Upaya relokasi pemukiman di pesisir diperlukan guna meminimalisasi dampak bencana apabila tsunami terjadi kembali di masa yang akan datang. Hal ini menjadi persoalan penting, mengingat aktivitas vulkanik Gunung Api Krakatau masih tinggi.
Bahkan, pada Kamis lalu, status aktivitas Gunung Anak Krakatau ditingkatkan menjadi level III atau Siaga berdasarkan pengamatan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Letusan terdengan beberapa kali dalam semenit dan hujan abu turun di sebagian wilayah Kota Cilegon dan Kabupaten Serang, Banten.
Rencana relokasi ini diterima baik oleh sebagian warga pesisir yang terdampak bencana. Kepala Desa Way Muli Induk Rohaidi mengatakan, telah mendengar rencana relokasi ini meski belum disampaikan secara resmi. Ia menilai, perlu ada musyawarah dengan warga untuk mendiskusikan jalan yang terbaik. Pasalnya, ada beberapa rumah warganya yang tidak rusak .
“Namun, daripada terulang, sebaiknya mengikuti anjuran pemerintah untuk pindah,” kata Rohaidi.
Pandangan serupa pun disampaikan Anita Sriani (48), pengungsi asal Desa Kunjir. Anita mengatakan, reokasi sebaiknya dilakukan terhadap warga yang rumahnya rusak dan berada tepat di tepi laut. Lalu, warga yang rumahnya masih utuh tetap diperbolehkan untuk tinggal di lokasi semula.
Hunian sementara
Pembangunan hunian sementara pun masih didiskusikan oleh pemerintah. Nanang mengatakan, saat ini pemerintah kabupaten dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) masih mendiskusikan upaya pendirian hunian sementara bagi pengungsi.
Pendirian hunian sementara menjadi persoalan mendesak seiring proses pembangunan pemukiman permanen yang belum jelas. Hunian sementara atau huntara diperlukan bagi warga yang kehilangan tempat tinggal namun proses rekonstruksi dan rehabilitasi pemukiman mereka belum selesai.
Nanang mengatakan, saat ini pihaknya masih fokus pada masa tanggap darurat bencana. “Nanti setelah masa tanggap darurat selesai, kami akan siap fokus pada huntara,” kata Nanang.