Pemerintah Harus Lebih Proaktif Memeriksa Jalan
JAKARTA, KOMPAS — Perawatan jembatan layang perlu mendapatkan perhatian lebih mengingat perannya yang vital bagi warga Jakarta. Kasus bergeser dan merosotnya salah satu sambungan Jembatan Layang Cengkareng bisa menjadi pembelajaran. Pemerintah diminta proaktif dalam memeriksa kondisi jalan.
Sambungan Jembatan Layang Cengkareng, Jakarta Barat itu, bergeser dan merosot, Rabu (26/12/2018). Sambungan itu merenggang sekitar 5 sentimeter, sedangkan salah satu bagian sambungan bagian atas jalan merosot sekitar 6 sentimeter.
Kondisi jembatan sudah dikeluhkan warga sekitar sejak setahun lalu. Pot bearing atau bantalan jembatan yang berfungsi meredam dan menyalurkan beban kendaran rusak. Suara keras sering terdengar dari sambungan itu jika dilintasi kendaraan berat seperti kontainer.
Akan tetapi, menurut warga, jembatan baru mulai diperbaiki sejak sebulan lalu. Bagian sambungan itu disangga dengan kerangka besi. Di tengah proses perbaikan, kendaraan berat dilarang melintas.
“Meskipun dilarang, tetap banyak kendaraan berat yang lewat. Baru saat kejadian ini viral, jalan ditutup total (Rabu malam),” kata Asep (35), pekerja salah satu toko perabot di sekitar lokasi.
Pantauan Kompas di lokasi, Jumat (28/12/2018) pagi, tidak ada pekerja yang bertugas. Menurut warga, pekerja beraktivitas pada malam hari. Sementara itu, pada sambungan jembatan lainnya, sembilan pekerja sedang mendirikan penyangga dari kerangka besi untuk menopang sambungan.
Kondisi tidak terawat juga dapat ditemukan pada Jembatan Layang Pesing, Jakarta Barat. Beberapa sambungan siar muai (expansion joint) yang fungsinya mengakomodasi pemuaian jalan di jembatan tersebut rusak.
Setidaknya ada tujuh titik di kedua lajur jembatan yang rusak sambungan siar muainya, mulai dari sekadar longgar hingga copot dan meninggalkan celah. Baut-baut besar menyembul dari celah itu. Mobil dan sepeda motor yang melintas bergoncang dan terdengar bunyi benturan.
Beberapa lubang juga tersebar di beberapa titik permukaan jalan jembatan layang sepanjang sekitar 1 kilometer ini. Sementara itu, beberapa tumbuhan di taman pada kiri-kanan jembatan ada yang tingginya lebih dari 2 meter dan rawan menjulur ke arah jalan jika tertiup angin.
Direktur Jembatan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Iwan Zarkasi, ketika dihubungi di Jakarta, mengatakan, pihaknya rutin memelihara jembatan layang secara berkala setiap tahun. Di Jakarta, setidaknya hampir 100 jembatan layang yang dikelola Kementerian PUPR.
Komponen mendasar yang dicek petugas, yaitu kondisi sambungan siar muai dan bantalan jembatan. Umumnya, sambungan siar muai bertahan sekitar 10 tahun, sedangkan bantalan jembatan minimal 20 tahun. Adapun umur jembatan layang bisa lebih dari 50 tahun.
Terkait Jembatan Layang Cengkareng, Iwan mengatakan, bergeser dan merosotnya sambungan pada jembatan yang dibangun pada 2008 ini dipicu karena bantalan jembatan rusak sehingga tidak bisa meredam dan menyalurkan beban kendaraan. Kondisi itu juga memicu bunyi benturan yang keras ketika ada kendaraan berat yang melintas.
Tidak berfungsinya bantalan tersebut sudah diketahui sejak Juni 2018, tetapi baru bisa diperbaiki pada akhir tahun. Kementerian PUPR menunggu masa-masa libur panjang, ketika lalu lintas tidak terlalu padat.
Ketika ditanya pemicu bantalan jembatan rusak lebih cepat (cuma 10 tahun), Iwan tidak menjawab tegas. “Barangkali ibarat sepatu, ada sepatu yang awet ada sepatu yang tidak awet,” ujarnya.
Menurut Iwan, selain Jembatan Layang Cengkareng, semua jembatan layang yang dikelola Kementerian PUPR dalam kondisi baik. “(Kondisinya) bagus semua kan, (jembatan yang rusak) gak ada beritanya kan?” ujarnya.
Iwan menambahkan, jembatan layang berfungsi untuk menghindari pertentangan lalu lintas yang sifatnya sebidang. Dengan adanya jembatan layang, titik pertentangannya jauh berkurang, serta meningkatkan kapasitas jalan.
Dihubungi terpisah, ahli transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, berpendapat pemerintah lalai dalam merawat jalan, termasuk jembatan layang. Setelah dibangun, ada kesan bahwa jalan dibiarkan begitu saja. Sejauh ini tidak terlihat ada petugas yang rutin mengawasi kondisi jalan, sebagaimana halnya pengawas rel dan pengawas jalan tol.
“Dulu ada petugas pengawas jalan. Kalau ada jalan rusak, dia langsung melapor, jadi tidak perlu tunggu laporan dari masyarakat. Namun, di era sekarang, setelah era 1980-an mereka tidak ada lagi. Jadi kalau masyarakat tidak melapor, (kerusakan itu) didiamkan saja. Makanya jangan heran, ketika ada jembatan yang mulai ambruk, nah (baru diperbaiki), karena tidak ada yang mengawasi lagi,” ujarnya.
Menurut Djoko, pengawas jalan ini perlu diadakan lagi. Selain melaporkan kondisi jalan, pengawas juga bisa ditugaskan untuk melaporkan kondisi markah dan rambu-rambu jalan yang rusak. Pemerintah bisa memberdayakan pihak ketiga, jika tidak bisa memberdayakan orang setempat.
"Itu harusnya diadakan lagi, meskipun tidak setiap hari, minimal seminggu sekali atau beberapa kali sehari, tetapi dalam kondisi-kondisi genting (seperti musim hujan) rutin tiap hari. Mestinya dianggarkan," ujarnya.
Djoko menambahkan, kondisi jalan yang tidak terawat membahayakan pengendara. Ini mesti menjadi perhatian, apalagi di Jakarta, yang lalu lintasnya padat. “Sudah saatnya pengelola jalan memeriksa kondisi jalan secara rutin,” ujarnya. (YOLA SASTRA)