Pantai Utara Kabupaten Tangerang Tergerus Abrasi
Wahyudin (67), menatap laut yang membentang di hadapannya, Pantai Bedeng, Tanjung Kait, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (20/12/2018). Siang itu, meski baru sekitar pukul 11.00, udara di pinggir pantai itu sangat panas. Tak terdengar suara desahan angin sepoi-sepoi meski sekedar lewat. Laut siang itu biru dan tenang. Hanya ada riak kecik air mewarnai pemandangan siang itu.
Saat itu, sang matahari sedang memancarkan cahayanya yang garang.
Di bawah teriknya matahari, warga Tanjung Kait ini duduk di bale-bale depan warung ikan.
Sesekali ia menarik napas dalam dan membuangnya dalam sentakan.
”Sekarang saya dan warga kampung di sini banyak yang tidak lagi melaut. Soalnya kalau mau melaut, enggak ada ikannya. Jauh ke sana,” kata Wahyudin sembari menunjuk ke arah laut.
Para nelayan tidak melaut karena jarak mereka mencari ikan sudah makin panjang. Begitu ke laut lebih dalam, para nelayan tidak bisa bertarung dengan kapal besar yang menggunakan pukat. ”Kami memang pakai pukat. Tetapi, kami tidak mampu menyaingi kapal-kapal pukat yang besar,” kata Wahyudin.
Ia bercerita, kehidupan nelayan mulai terusik dengan perubahan kondisi alam itu sejak 1980-an setelah pantai utara Kabupaten Tangerang mulai mengalami abrasi. ”Kami masih merasakan enaknya jadi nelayan sekitar 1970-an setelah itu dan makin ke sini enggak menguntungkan menjadi nelayan,” kata Wahyudin.
Saat ini, meski menyandang profesi nelayan, Wahyudin bersama warga sekitar yang membuka usaha hidangan laut di pantai tersebut harus membeli ikan untuk dagangannya di Muara Karang, Jakarta Utara.
Mereka nelayan, tetapi membeli ikan di pasar ikan di Jakarta.
Salah satu penyebab berkurangnya hasil tangkapan karena harus melaut lebih jauh. Kondisi ini merupakan salah satu dampak dari abrasi.
Abrasi laut, kata nelayan asal Tanjung Kait ini, terus terjadi setiap tahun.
”Setiap tahun ada kali 100 meter kena abrasi. Hitung saja kalau sampai sekarang, abrasi pantainya sudah berapa jauh,” kata Wahyudin. Ia menunjuk beton tempat menara milik Angkatan Udara. ”Dulunya menara itu di bangun pada 1958 dan selesai pada 1962. Sewaktu dibangun di daratan. Sekarang menara sudah dibongkar karena sudah tergenang air laut,” kata Wahyudin.
Ia tidak ingat sejak kapan menara itu tergenang air laut.
Akan tetapi, sejak tiga tahun terakhir di Pantai Bedeng sudah dibangun dam (tumpukan bebatuan untuk mengurangi abrasi laut). Selain itu, lanjut Wahyudin, saat air laut surut, tampak hamparan pasir. ”Air laut surut sore hari. Kalau lagi surut, pasirnya mengandung logam. Kayak magnet,” kata Wahyudi.
Cerita abrasi pantai pesisir utara Kabupaten Tangerang juga dituturkan Jamaludin (52), warga Desa Karang Serang, Sukadiri, Tanjung Kait, Kabupaten Tangerang. Di tempat itu yang dulu daratan, kata Jamaludin, telah berdiri restoran hidangan laut di atas pantai.
”Dulu restoran belum ada. Di bawah restoran itu daratan, bukan seperti sekarang ini restoran berdiri di atas air laut,” kata Jamaludin.
Ia mengatakan, salah satu penyebab abrasi adalah penggalian pasir dan konversi hutan mangrove menjadi tambak di sepanjang pesisir Kabupaten Tangerang.
Reklamasi
Abrasi pesisir Kabupaten Tangerang telah menerjang 579 hektar daratan. Sejumlah tanah produksi telah terkikis abrasi, seperti di wilayah pesisir Kecamatan Mauk, Sukadiri, Kosambi, dan Teluk Naga.
Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar membenarkan telah terjadi abrasi pantai di wilayahnya. Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Pemerintah Kabupaten Tangerang telah mendata abrasi pantai di pesisir utara yang menyebabkan daratan terkikis mencapai 130 meter.
Ada empat kecamatan yang terkena abrasi. Lahan pertanian, tambak udang, dan bandeng lenyap disapu ombak Laut Jawa. Daerah yang terparah terkena abrasi adalah Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, yang mencapai 130,07 meter dari bibir pantai. Kecamatan, seperti Pakuhaji, Kosambi, Kronjo, Teluk, dan Mauk, juga mengalami abrasi parah.
Beberapa desa di Kecamatan Kronjo mengalami abrasi, seperti di Desa Muncang sepanjang 17,43 meter, Pagedangan Ilir (36,4 meter), Kronjo (12 meter), Lontar (25,1 meter), dan Karang Anyar (16,1 meter). Daerah di Kecamatan Mauk yang parah terkena abrasi di Desa Patra Manggala (34,4 meter), Marga Mulya (79,8 meter), Ketapang (107,2 meter), Mauk Barat (40,4 meter). Di Kecamatan Pakuhaji abrasi terjadi di Desa Surya Bahari (16,8 meter), Sukawali (36,1 meter), Kramat (46,1 meter) dan Kohod (130,7 meter).
Di Kecamatan Teluknaga, Desa Muara mengalami abrasi 36,3 meter, Lemo (59,4 meter) dan di Kecamatan Kosambi, yakni di Desa Salembaran Baru (30,8 meter) dan Kosambi Timur (3,6 meter). Salah satu cara untuk mengatasi abrasi adalah reklamasi.
Cerita tentang reklamasi pesisir kabupaten sudah ada sejak 1992 pada masa pemerintahan Soeharto. Dalam tata ruang Jabodetabekpuncur sudah tertuang perencanana pembangunan pulau-pulau reklamasi. Tak hanya Kabupaten Tangerang, kata Zaki, rencana reklamasi pulau juga terjadi di pesisir pantai utara Laut Jawa.
”Tangerang dan Bekasi cenderung tergerus oleh laut, abrasi. Bagaimana untuk mengatasi abrasi ini? Salah satunya adalah membangun reklamasi,” kata Zaki.
Adanya reklamasi mengingat kebutuhan ruang dan wilayah di Jabodetabek tinggi. Hal tersebut sudah diprediksi sejak 1990-an tersebut. Bahwa kepadatan penduduk di Jabodetabekpuncur itu nanti akan luar biasa. Saat itulah terbit Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur).
Tata ruangnya diatur sendiri, di bawah negara langsung, termasuk reklamasi.
Dari proses tersebut, sudah direncanakan di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang dan Bekasi itu akan dibangun beberapa pulau rekalamsi mengingat satu saat nanti wilayah Jabodetabek butuh ruang lagi.
Saat itu di wilayah Kabupaten Tangerang akan dibangun enam pulau reklamasi dengan luas wilayah 9.000 hektar. Di Bekasi ada lima pulau dan DKI Jakarta empat pulau.
Kemudian terjadi revisi di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Revisi itu tidak menghilangkan pulau-pulau reklamasi. Bahkan, dalam perkembangannya menambah dua pulau reklamasi.
Kabupaten Tangerang bertambah satu pulau di sekitaran PLTU Lontar, Kemiri. ”Di mana di ujung PLTU itu ada satu pulau reklamasi besar yang akan dibangun di sana sehingga dibelah menjadi dua. Satu pulau itu karena untuk alur tongkang. Jadi di Tangerang (Kabupaten Tangerang),” kata Zaki.
Kabupaten Tangerang yang awalnya hanya terdapat enam pulau reklamasi menjadi tujuh pulau reklamasi. Sementara Bekasi juga mengalami hal sama. Mengingat di Bekasi akan dibangun pelabuhan laut, dibelahlah satu pulau lagi. Yang awalnya hanya lima pulau reklamasi menjadi enam pulau reklamasi.
”Jadi rencana pembanguna reklamasi adalah urusan negara, bukan Kabupaten Tangerang,” kata Zaki.
Masalah abrasi harus segera diantisipasi agar jangan semakin meluas. Tak hanya pemerintah kabupaten, pemerintah pusat seharusnyan ikut peduli. Misalnya, membangun penahan gelombang karena belakangan ini ombak perairan Laut Jawa semakin ganas menerjang lahan penduduk dan tambak.