Pemberantasan perikanan ilegal terus digencarkan pemerintah. Namun, tak dimungkiri pelanggaran masih terus terjadi secara masif, baik oleh kapal asing maupun kapal Indonesia.
Sepanjang tahun 2018, Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Ilegal (Satgas 115) menangkap 106 kapal ikan terkait penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (IUU Fishing). Dari jumlah itu, sebanyak 54 kapal merupakan kapal ikan Indonesia.
Penangkapan kapal yang tersangkut praktik IUU Fishing itu menurun dibandingkan tahun 2017 yang berjumlah 294 kapal. Meski demikian, bentuk pelanggaran ditengarai kian beragam. Belakangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan merilis modus pelanggaran baru, yakni pembangunan atau modifikasi kapal tanpa izin Menteri Kelautan dan Perikanan.
Hasil analisis dan evaluasi Satgas 115 juga menyebutkan, berbagai bentuk pelanggaran oleh kapal ikan Indonesia masih ditemukan di 11 lokasi, yakni Batam, Tanjung Balai Karimun, Sorong, Kendari, Ambon, dan Bitung. Selain itu, Tegal, Pekalongan, Ternate, Benoa, dan Jakarta.
Bentuk pelanggaran yang masif dilakukan adalah pembangunan atau modifikasi kapal ikan tanpa izin, pelaporan hasil tangkapan ikan yang tidak benar, ketidaktaatan pajak, dan eksploitasi anak buah kapal tanpa ada perjanjian kerja di laut.
Adapun hingga tahun 2018, total 134 perkara IUU Fishing diproses secara hukum. Dari jumlah itu, 73 kasus pidana telah diputuskan dan berkekuatan hukum tetap (inkracht), 52 kasus dalam tahap penyidikan dan penuntutan, sedangkan 9 kasus dalam tahap pemeriksaan pengadilan.
Jenis-jenis pelanggaran yang diproses hukum antara lain merusak sumber daya ikan, menggunakan alat tangkap terlarang, usaha perikanan ikan tanpa izin, dan penangkapan ikan tanpa izin.
Proses perizinan
Di tengah upaya menertibkan kapal-kapal ikan Indonesia, sejumlah kapal saat ini nyaris mangkrak karena menunggu proses perizinan memakan waktu berbulan-bulan.
Berdasarkan data Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Cirebon, proses perizinan 70 kapal belum tuntas hingga empat bulan. Nelayan kapal-kapal berukuran 4-7 gros ton itu kesulitan mengikuti proses perizinan secara daring.
Konsistensi pemerintah menindak tegas pelanggaran kapal-kapal perikanan patut diapresiasi untuk mendorong sumber daya ikan berkelanjutan dan memaksimalkan pemasukan negara di bidang perpajakan.
Namun, di sisi lain, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk memberikan stimulus agar kapal-kapal Indonesia segera mengisi perairan dan meningkatkan produksi ikan tangkap.
Pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk memberikan stimulus agar kapal-kapal Indonesia segera mengisi perairan dan meningkatkan produksi ikan tangkap.
Program bantuan kapal yang digulirkan pemerintah untuk koperasi nelayan juga belum berjalan mulus. Persoalan nyaris berulang ialah ketidaksesuaian kapal dengan spesifikasi bantuan kapal, hambatan perizinan, dan hambatan pengadaan kapal.
Tahun 2019, pemerintah mematok target menaikkan produksi perikanan tangkap hingga 2 juta ton. Target itu akan sulit terwujud jika perizinan, akses permodalan, dan iklim investasi tidak kondusif.
Sudah saatnya keberhasilan pemerintah memberantas perikanan ilegal diimbangi dengan keseriusan menghidupkan sektor-sektor produktif. Dengan demikian, nelayan Indonesia bisa bangkit, berdaya saing, dan menjadi andalan bagi pemenuhan pangan nasional.