JAKARTA, KOMPAS – Wakil Presiden Jusuf Kalla menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Kamis (20/12/2018), menyatakan, pemerintah Indonesia tengah mendalami persoalan terkait etnis minoritas Uighur di Xinjiang, China, yang belakangan mengemuka. Sejumlah langkah ditempuh pemerintah.
”Pemerintah sangat prihatin apabila benar-benar terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Walaupun pihak China selalu membantah tidak demikian,” kata Kalla menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Kamis (20/12/2018).
Pemerintah melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, menurut Kalla, telah menyampaikan keprihatinan atas peristiwa tersebut secara langsung kepada Kedutaan Besar China di Jakarta, 17 Desember lalu. Dalam kesempatan itu, Retno juga meminta pada pihak Kedutaan Besar China di Jakarta untuk menjelaskan peristiwa sebenarnya kepada masyarakat Indonesia, termasuk kepada organisasi masyarakat Islam.
Namun, selama beberapa tahun terakhir terjadi gejolak di wilayah itu. Pemerintah China menuduh oknum ekstrimis dan teroris yang telah melakukan berbagai aksi teror, seperti di Ibu Kota Urumqi pada 5 Juli 2009 dan Stasiun Kereta Api Kunming pada 1 Maret 2014.
“Pemerintah daerah memutuskan membuat program pelatihan dan pendidikan vokasi gratis kepada masyarakat yang dinilai terdampak oleh pemikiran ekstremisme,” demikian pernyataan Kedubes China di Jakarta. Program diharapkan dapat membantu masyarakat yang tidak menguasai bahasa Mandarin, mengecap pendidikan tinggi, dan memiliki keterampilan sehingga mereka tidak rentan terhasut.
Tugaskan KBRI Beijing
Kalla mengatakan, pemerintah juga meminta Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing untuk mendalami persoalan tersebut. Selanjutnya, laporannya akan disampaikan ke Jakarta dalam waktu dekat.
”Menlu sudah perintahkan Dubes di Beijing untuk melihat keadaan sebenarnya, kemudian melaporkan segera kepada pemerintah (Jakarta). Selanjutnya pemerintah akan menyatakan sikap,” kata Kalla.
Prinsip pemerintah, Kalla menegaskan, adalah bahwa hak asasi manusia (HAM) harus ditegakkan. Diskriminasi agama adalah pelanggaran HAM.
Namun, Kalla menambahkan, pemerintah akan menunggu laporan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing sebelum nantinya mengeluarkan pernyataan.
”Sikap pemerintah akan bergantung pada keadaannya sebenarnya,” kata Kalla.
Pemerintah Indonesia, menurut Kalla, menaruh perhatian besar tentang isu minoritas Uighur di China. Namun, pemerintah tidak boleh terburu-buru mengeluarkan pernyataan sebelum menerima laporan faktual dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing.
”Tapi perlu juga dicatat, bahwa kita harus membedakan perlakuan diskriminatif, kalau terjadi, dengan kemungkinan adanya radikalisme,” kata Kalla.
Dalam peristiwa Poso di Sulawesi Tengah, Kalla menjelaskan, 12 orang Uighur terlibat membantu Santoso. Sebagian warga Uighur tersebut meninggal dan sebagian lagi ditahan.