JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah bersama sejumlah pihak terkait menyatakan bahwa penggunaan solar bercampur dengan biodiesel aman dipakai untuk mesin lokomotif pada kereta api. Hasil pengujian selama enam bulan pada dua jenis lokomotif milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) menunjukkan bahwa kandungan biodiesel sebanyak 20 persen ke dalam solar tidak berdampak buruk bagi kinerja mesin. Perlu pengawasan ketat pada penerapan kebijakan pemakaian solar bercampur biodiesel pada mesin kereta api.
Demikian pemaparan hasil kajian dan uji jalan penggunaan B-20 pada kereta api, Kamis (20/12/2018), di Jakarta. B-20 adalah kebijakan pencampuran biodiesel sebesar 20 persen di dalam setiap liter solar. Pengujian dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, PT KAI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Asosiasi Produsen Biodiesel Indonesia (Aprobi), PT Pertamina (Persero), dan General Electric Indonesia.
Uji coba B-20 dilakukan pada dua lokomotif jenis CC 205 dan dua lokomotif jenis CC 206 yang dioperasikan PT KAI di sepanjang rute Stasiun Tanjung Enim di Sumatera Selatan hingga Stasiun Tarahan di Lampung. Jarak yang ditempuh pada jalur tersebut sepanjang 800 kilometer. Uji coba dilakukan selama periode 10 Februari sampai 10 Agustus lalu. Masing-masing jenis lokomotif memakai solar bercampur biodiesel 20 persen (B-20) dan solar murni (B-0).
Direktur Operasi PT KAI Slamet Suseno Priyanto mengatakan, berdasar hasil uji coba tersebut, mutu dan spesifikasi B-20 sudah sesuai dengan spesifikasi bahan bakar untuk mesin lokomotif yang dioperasikan PT KAI. Tak ada kerusakan pada mesin atau penurunan tenaga mesin lokomotif selama uji coba dilakukan. Selain itu, biodiesel terbukti tidak merusak alat penyaring (filter) di dalam mesin.
”Penggantian filter setiap tiga bulan atau sesuai dengan ketentuan untuk mesin lokomotif kami. Jadi, biodiesel tidak berdampak buruk terhadap kinerja mesin. Oleh karena itu, kami dukung terus mandatori B-20,” kata Slamet. Pada 2016, konsumsi BBM untuk PT KAI mencapai 207,4 juta liter. Lalu, konsumsi naik menjadi 220,1 juta liter pada 2017 seiring dengan penambahan sejumlah lokomotif baru. Lalu, sampai Oktober 2018, konsumsi BBM oleh PT KAI mencapai 192,3 juta liter.
Rekomendasi
Perekayasa dari BPPT, Taufik Suryantoro, menambahkan, ada beberapa rekomendasi yang harus dijalankan berdasarkan hasil kajian penggunaan B-20 pada mesin lokomotif PT KAI. Beberapa rekomendasi tersebut adalah perlu penyetelan ulang mesin lokomotif untuk mendapat tenaga yang optimal. Selain itu, pengawasan ketat harus terus dijalankan dan rutin mengganti filter setiap tiga bulan.
”Begitu pula saat mesin di-over haul. Mesin harus diperiksa dengan detail untuk mendapat informasi dan data akurat. Saya kira, data itu penting dan mungkin hanya ada di Indonesia,” kata Taufik.
Atas hasil tersebut, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi pada Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, dengan hasil uji tersebut, penggunaan B-20 bisa diterima oleh mesin lokomotif. Penggunaan B-20 akan mengurangi impor solar dan ujung-ujungnya adalah mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia.
”Sudah terbukti pemakaian B-20 untuk kereta api tidak ada masalah. Namun, tetap perlu pengawasan ketat dan konsistensi pemakaiannya,” kata Rida.
Pemerintah mempercepat program kewajiban pencampuran biodiesel ke dalam solar yang merambah ke semua sektor, yakni pelayanan publik (PSO) dan non-PSO per 1 September 2018.
Program ini juga bertujuan mengurangi defisit perdagangan sektor minyak dan gas bumi. Tahun depan, pemerintah menargetkan penghematan devisa sebesar 4 miliar dollar AS dari kebijakan ini.
Sebelumnya, pemerintah mengaku ada masalah dalam hal pendistribusian biodiesel di sejumlah wilayah di Indonesia lantaran terbatasnya ketersediaan kapal angkut.
Dari 86 titik serah biodiesel yang semula ditentukan kini dipangkas menjadi 10 titik saja. Sampai triwulan III-2018, penyaluran biodiesel sebanyak 2,1 juta kiloliter dari target tahun ini yang sebanyak 3,92 juta kiloliter.
Program B-20 menjadi andalan pemerintah untuk menekan defisit neraca perdagangan. Cara lainnya adalah meminta Pertamina membeli jatah minyak kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) hulu migas yang volumenya mencapai 225.000 barel per hari. Namun, kebijakan ini baru akan direalisasikan pada Januari 2019.