Tertibkan Tambang Ilegal karena Merugikan Semua Pihak
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama/Prayogi Dwi Sulistyo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aktivitas tambang ilegal batubara merugikan semua pihak. Negara kehilangan potensi pendapatan negara bukan pajak, petambang legal berkurang cadangan batubaranya, dan warga sekitar terkena dampak kerusakan lingkungan. Pemerintah diminta untuk segera menertibkan hal ini.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Tambang Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli mengatakan, aktivitas tambang ilegal merugikan semua pihak, mulai dari negara, pengusaha batubara yang legal, hingga warga sekitar. Kerugian itu karena aktivitas pertambangan ilegal tidak menerapkan prinsip ketaatan aturan dan praktik pertambangan yang baik (good mining practices).
”Semua pihak dirugikan, mulai dari negara yang kehilangan potensi pendapatan negara bukan pajak, kekeliruan perhitungan jumlah cadangan batubara, hingga kerusakan lingkungan seperti banjir dan longsor yang dihadapi warga sekitar,” ujar Rizal ditemui pada konferensi pers Perhapi, Kamis (20/12/2018).
Wakil Ketua Perhapi Sudirman Widhy menuturkan, aktivitas tambang ilegal batubara sebenarnya sudah diketahui sejak awal 2000 di Kalimantan. Tergoda oleh harga batubara yang mulai merangkak naik, sejak itulah mulai banyak petambang yang tidak jelas izin dan asal-usulnya ikut menambang.
”Apalagi pada era itu mulai digulirkan otonomi daerah. Pengeluaran izin dan pengawasan dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Hal ini membuat jumlah petambang, baik yang legal maupun ilegal, melonjak,” ujar Sudirman.
Seperti diberitakan Kompas, Senin (17/12/2018), banyak aktivitas tambang ilegal ditemukan di Kalimantan Timur. Salah satu lokasinya adalah di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto. Padahal, tahura adalah hutan konservasi yang tidak boleh digunakan untuk aktivitas apa pun, apalagi pertambangan batubara.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Muhammad Wafid Agung mengakui, banyak tambang ilegal.
”Kalau tanpa izin atau masa berlaku izinnya sudah habis tapi masih melakukan aktivitas pertambangan, itu jelas masuk kategori pertambangan tanpa izin atau ilegal,” ujar Wafid.
Karena merugikan semua pihak, Rizal meminta pemerintah, baik pusat maupun daerah, serta aparat penegak hukum untuk menindak dan menertibkan petambang ilegal.
”Perhapi meminta dengan hormat dan sungguh-sungguh kepada pemerintah, terutama aparat penegak hukum, khususnya kepolisian Republik Indonesia, untuk segera menindak tegas para pelaku kegiatan tambang ilegal di seluruh wilayah Indonesia sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Rizal.
Praktik baik
Selain meminta pemerintah dan aparat penegak hukum menertibkan pelaku tambang ilegal, Perhapi juga meminta pemerintah mengawasi dan memberikan sanksi kepada petambang legal yang belum menerapkan praktik tambang yang baik.
Rizal mengakui, meski legal dan memiliki izin, banyak perusahaan tambang yang belum menerapkan praktik tambang yang baik.
Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, perusahaan batubara yang mematuhi aturan akan diberikan sertifikat Clean & Clear (C&C).
Sertifikat C&C adalah sertifikat yang diterbitkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) kepada pemegang izin usaha pertambangan (IUP) yang telah memenuhi persyaratan administratif, kewilayahan, teknis, lingkungan, dan keuangan.
Berdasarkan data Ditjen Minerba Kementerian ESDM, sampai dengan 1 September 2018, terdapat 633 IUP batubara yang tergolong non-C&C di seluruh Indonesia. Jumlah itu setara dengan 26,49 persen atau lebih dari seperempat dari jumlah total IUP batubara nasional yang mencapai 2.389 izin.
”Pemerintah harus tegas mengawasi dan memberikan sanksi kepada pelaku usaha pertambangan yang tidak melaksanakan kaidah-kaidah praktik tambang yang baik dalam operasi pertambangannya,” ucap Rizal.