Pelaku Bisnis Minta Jangan Ada Pungli di JICT
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, meminta operator pelabuhan dan terminal mampu memberantas pungutan liar serta menjaga suasana dan kondisi usaha di pelabuhan berjalan tertib dan lancar.
Jika pelabuhan tidak bisa dijaga situasi dan kondisinya, kegiatan usaha akan terganggu dan mengganggu semua pihak.
Pihak Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) serta Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyampaikan hal itu, Kamis (20/12/2018) di Jakarta. Menurut mereka, siapa pun yang melakukan dan membela adanya pungli harus ditindak.
”Terutama di Jakarta International Container Terminal (JICT), harus dijaga situasinya agar arus barang tidak terganggu,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perhubungan Carmelita Hartoto di Jakarta, Kamis ini.
Menurut Carmelita, Kadin mendukung setiap kegiatan pemberantasan pungutan dan sebagainya di seluruh pelabuhan. Apalagi, pemerintah bersama kepolisian juga proaktif dalam memberantas praktik pungutan, dan bersikap tidak ada kompromi terhadap praktik tersebut.
”Kami apresiasi itu. Namun, pemberantasan praktik tersebut harus didukung seluruh elemen di pelabuhan agar iklim bisnis kepelabuhanan dan kelancaran arus barang dapat berjalan optimal karena pelabuhan merupakan nadi dari kelangsungan ekonomi kita,” kata Carmelita.
Dia mengatakan, aksi unjuk rasa yang beberapa kali terjadi di pelabuhan, seperti di JICT, akan mengakibatkan ekonomi berbiaya tinggi. ”Efisiensi kepelabuhanan juga selalu menjadi fokus kami demi menekan biaya logistik, yang akhirnya akan meningkatkan daya saing nasional,” ujarnya.
Sejalan dengan Kadin, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menolak keras adanya pungli di Pelabuhan Tanjung Priok, khususnya di Terminal Peti Kemas JICT. Menurut Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta Widijanto, ALFI mendukung pemberantasan pungli karena dapat meringankan segala biaya, termasuk biaya logistik juga akan berkurang.
Ia mengakui, saat ini pungli di pelabuhan masih bisa ditemui meskipun tidak seperti dulu. Upaya pemerintah dan berbagai pihak, seperti JICT, yang gencar memberantas pungli di pelabuhan, menurut dia, sudah menunjukkan hasil yang cukup baik. ”Saat ini pungli kan kira-kira masih ada, tetapi tidak ganas seperti dulu sebelum ramai dilakukan pemberantasan pungli. Kalau sekarang orang lakukan pungli betul-betul hati-hati sekali, sama-sama kena, yang ngasih tetap kena, yang terima juga kena,” kata Widijanto.
Oleh karena itu, ALFI mendukung direksi JICT mengambil tindakan tegas untuk pelaku yang terbukti melakukan pungli. ”Asalkan ada bukti nyata, tindakan tegas harus dilakukan,” kata Widijanto.
Sebelumnya, direksi JICT mengecam tindakan SP JICT yang berdemo dengan berbagai tuntutan. Namun, di balik itu, diduga aksi SP ini terkait dengan rencana manajemen JICT melakukan PHK terhadap tiga oknum pekerja anggota SP karena ketiganya melakukan pungli terhadap pelanggan JICT berdasarkan data dan hasil investigasi.
”Kami mendukung 100 persen keberadaan serikat-serikat yang mewakili pekerja. Kami mengimbau pengurus SP JICT jangan menggunakan SP untuk menghancurkan perusahaan sendiri JICT juga adalah anak usaha BUMN yang juga aset nasional. Kami sudah melakukan investigasi terhadap insiden tersebut terhadap tiga oknum pekerja itu yang melakukan pungli. Ini adalah pelanggaran berat dan tidak ada toleransi. Kami tidak gegabah dalam mengambil keputusan karena ini yang terbaik bagi perusahaan dan sistem kerja di JICT,” kata Wakil Direktur Utama JICT Riza Erivan.
Dia berharap SP JICT bertindak profesional dan menempatkan kepentingan yang lebih besar sebab berbagai aksi demonstrasi yang dilakukan SP JICT selama ini diduga bermuatan kepentingan personal dan keuntungan sepihak. Setidaknya dalam dua tahun terakhir, SP JICT telah melakukan demonstrasi yang mungkin saja dilatarbelakangi kepentingan tidak jelas.
”Karena bonus yang menurun akibat kinerja turun di 2016, SP JICT melakukan beberapa kali slow-down dan mogok 5 hari pada Agustus tahun lalu karena menolak pembagian bonus produksi yang berkurang itu. Sekarang demonstrasi lagi karena oknum anggotanya melakukan pungli, sangat tidak profesional,” ucap Riza.
Riza menegaskan, JICT merupakan perusahaan yang menerapkan sistem dan standar kerja global. Karena itu juga gaji dan kesejahteraan para pekerja JICT merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia. Itu sebabnya Riza meminta para pekerja mendukung upaya manajemen JICT meningkatkan kinerja dan mendorong aktivitas ekspor-impor menjadi lebih baik dan efisien.
Menurut dia, SP JICT sebaiknya membedakan pelanggaran kerja berat di perusahaan dengan kontrak perpanjangan JICT dan Pelindo II. ”Selama ini pemegang saham JICT selalu taat hukum dan bekerja sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk perpanjangan kontrak tersebut.
”Saya mohon jangan kemudian masalah ini dipakai untuk menekan perusahaan mengakomodasi kepentingan SP JICT yang menyalahi aturan. JICT bertahun-tahun bekerja untuk mendukung ekonomi Indonesia, itu yang mestinya diprioritaskan pekerja,” kata Riza