Kebersamaan Seterang Cahaya
Kota Singkawang menjadi tempat paling toleran di Indonesia. Masyarakat di sana terbiasa melibatkan diri dalam beragam kegiatan sosial dan kultural pada berbagai perayaan keagamaan.
Pohon natal setinggi 10 meter berdiri tegak di pusat kota Singkawang, Kalimantan Barat. Pemuda lintas etnis dan agama membangun pohon natal itu. Mereka tengah menjaga kebersamaan agar terus bercahaya.
Selasa (11/12/2018), sekitar 50 pemuda yang tergabung dalam Singkawang Christmas Day menghias pohon itu dengan beragam pernak-pernik. Pohon natal berwarna dasar hitam itu dihiasi bola-bola kecil berwarna-warni serta kertas yang berbentuk bel dan bintang. Tak ketinggalan pula ada lampu yang dipasang menjuntai.
Di sebelahnya ada goa natal yang dihiasi bunga berwarna putih dan dikelilingi pohon-pohon hias kecil. Tak jauh dari goa natal terdapat tempat untuk patung Sinterklas.
Para pemuda itu merakit pohon dan goa natal tersebut selama dua pekan sejak Sabtu (1/12). Mereka berasal dari lintas agama, seperti Katolik, Protestan, Islam, Buddha, dan Khonghucu. Mereka juga berasal dari beragam etnis, antara lain Dayak, Madura, Tionghoa, dan Jawa.
Beberapa pohon natal serupa terdapat di Bundaran 1001, yang terdapat pintu masuk Kota Singkawang. Pohon natal ini sekaligus sebagai penghias kota. ”Ini inisiatif anak-anak muda Singkawang sebagai bentuk implementasi toleransi dan didukung Pemerintah Kota Singkawang,” ujar Ketua Panitia Singkawang Christmas Day Yulius Yoris Anes (30).
Umar Faruk (31), pemuda Muslim Singkawang, mengatakan, dirinya menikmati keterlibatannya dalam kegiatan menghias kota menjelang Natal.
”Segala suku dan agama di sini ada. Toleransi di sini tidak lagi pada tataran konsep, tetapi sudah pada tataran implementasi dalam kehidupan sehari-hari. Sikap toleransi sudah mengakar dalam kehidupan kami,” katanya tentang makna pembangunan pohon natal itu.
Penduduk di Singkawang memang beragam. Dari 215.296 penduduknya, sekitar 40 persen merupakan warga Tionghoa, diikuti warga Melayu sekitar 29 persen, Dayak sekitar 9 persen, dan sisanya etnis lain, seperti Madura dan Jawa.
Pohon natal yang menjulang ke langit bermakna sebagai keutamaan kehidupan rohani yang berorientasi kepada Tuhan. Implementasinya, manusia harus bersikap baik kepada sesama.
Dalam perakitan pohon natal dan segala pernak-perniknya itu, para pemuda Singkawang menunjukkan bahwa menghargai sesama manusia juga merupakan bentuk implementasi iman.
Selain para pemuda tersebut, penduduk dari beragam agama juga berinisiatif memasang pernak-pernik natal di depan pusat perbelanjaan di Jalan Diponegoro. Mereka turut menyumbang beragam bahan, pernak-pernik, hingga bahan bakar untuk genset lampu pohon natal.
Kawasan Jalan Diponegoro menjadi semacam ruang dialog antar-umat beragama dan etalase toleransi di Singkawang. Tak hanya saat Natal. Tatkala Lebaran dan Imlek, beragam simbol agama dan pernak-pernik lainnya juga meramaikan kawasan ini.
Alfian (22), pemuda Buddha Singkawang yang juga Sekretaris Perayaan Imlek dan Cap Go Meh 2019, mengatakan, dalam perayaan Cap Go Meh, masyarakat lintas etnis dan agama juga terlibat.
Keterlibatan itu mulai dari persiapan perlengkapan acara puncak hingga memberikan ruang kepada masyarakat lintas etnis untuk menampilkan kesenian tradisional masing-masing.
Saat Lebaran, masyarakat lintas etnis dan agama juga membantu menghias wajah kota mereka bernuansa Lebaran. Pada Lebaran yang lalu ada sekitar 8.000 replika ketupat dipasang di Jalan Diponegoro.
Kota toleran
Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie mengatakan, Pemerintah Kota Singkawang memberikan ruang ekspresi kepada setiap etnis dan agama, tanpa diskriminasi. Semua etnis dan agama mendapat ruang yang sama.
Toleransi masyarakat berbuah stabilitas sosial. Oleh sebab itu, Singkawang mendapat peringkat pertama sebagai kota tertoleran se-Indonesia dari Setara Institute pada 2018, diikuti Salatiga (Jawa Tengah) dan Pematang Siantar (Sumatera Utara).
Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani menyampaikan, ada beberapa variabel yang membuat Singkawang menjadi kota tertoleran se-Indonesia dengan skor 6,513.
Dari sisi regulasi dan rencana pembangunan jangka menengah daerah, di Singkawang tidak ada peraturan daerah yang diskriminatif, baik berbasis jender maupun etnis.
Di Singkawang juga tidak ditemukan peristiwa intoleransi. Jika dilihat dari dinamika masyarakat sipil, elemen-elemen sosial di kota itu berupaya mencegah intoleransi.
Forum Kerukunan Umat Beragama juga bersinergi efektif dengan pemerintah dan aparat keamanan untuk memitigasi konflik. Dalam Pilkada 2017, beberapa upaya provokasi muncul, tetapi ketahanan sosial masyarakat terlalu kuat. Secara sosiologis, masyarakat Singkawang mempunyai ikatan kuat sehingga tak mudah terprovokasi.
Tangan-tangan pemuda lintas etnis dan agama membuktikan itu saat merakit pohon natal di pusat kota Singkawang. Kerja sama mereka tak semata demi berdirinya pohon natal. Mereka tengah membangun dan menunjukkan kohesi sosial bahwa kebersamaan harus terus bercahaya.