JAKARTA, KOMPAS—Berbagai persoalan pembangunan masyarakat ada di daerah. Masyarakat dan pemerintah daerah pula yang memahami solusi terbaik atas persoalan mereka. Karena itu, inovasi daerah penting demi tercapainya target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
"Inovasi itu penting untuk meningkatkan layanan publik, memberdayakan masyarakat dan meningkatkan daya saing daerah," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam Konferensi Tahunan SDGs 2018, di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Berbagai inovasi dalam pelaksanaan SDGs itu dikumpulkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Harapannya, praktik cerdas itu bisa menginspirasi dan diterapkan di daerah lain. Dengan demikian, SDGs bisa dibumikan sesuai konteks lokal dan targetnya pada 2030 bisa tercapai.
Wakil Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin mengatakan pelaksanaan SDGs bukan sesuatu yang baru bagi pemerintah daerah (pemda). Berbagai target yang ada dalam SDGs sebenarnya merupakan persoalan yang juga dihadapi daerah. "SDGs membantu pemda untuk fokus pada 17 tujuan besar yang ada dalam SDGs," katanya.
Meski demikian, penggunaan nama SDGs sebagai agenda pembangunan global dipandang sebagai istilah yang tinggi bagi masyarakat daerah. Karena itu, pemerintah Trenggalek berusaha menjadikan SDGs sebagai gerakan masyarakat bernama Gerakan Tengok Bawah Masalah Kemiskinan (Gertak).
Dengan menjadi gerakan, semua pihak bisa terlibat aktif dalam pembangunan di daerahnya. "Pemda tidak boleh sok pintar, merasa mampu menyelesaikan semua masalah di daerahnya sendirian," tambahnya.
Pemda tidak boleh sok pintar, merasa mampu menyelesaikan semua masalah di daerahnya sendirian.
Salah satu pihak yang aktif dilibatkan dalam gerakan itu adalah pemuda. Dengan memanfaatkan media sosial, mereka direkrut jadi relawan untuk mengatasi kemiskinan. Meski banyak tantangan, termasuk terbatasnya sinyal dan kecurangan sejumlah pihak, gerakan ini mampu mengangkat masalah masyarakat dan mencari solusinya.
Pembiayaan
Selain membumikan agenda SDGs sesuai kondisi lokal, tantangan lain pelaksanaan SDGs adalah pembiayaan program. Jika mengandalkan pada anggaran pemerintah, SDGs dipastikan sulit berjalan karena dana pemerintah terbatas.
Untuk mengatasi itu, Gubernur Lampung M Ridho Ficardo berusaha memanfaatkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang dimiliki badan usaha. Upaya itu tidak mudah karena rendahnya kepercayaan badan usaha ke pemerintah. "Pemanfaatan dana CSR umumnya dianggap sebagai program pemerintah untuk memeras swasta," katanya.
Untuk menumbuhkan kepercayaan swasta, pemerintah hanya ikut mendampingi penggunaan dana CSR atau berperan pasif. Pelaksanaan dan pembiayaan kegiatan CSR dipegang penuh oleh swasta. Selain itu, lokasi kegiatan CSR berada di sekitar lokasi usaha mereka hingga swasta bisa memantau langsung hasilnya.
Meski terobosan pembiayaan SDGs penting, Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia Pasifik (ESCAP) Armida S Alisjahbana mengingatkan dana tidak selalu menjadi kendala untuk mencapai target dalam SDGs.
Salah satu contohnya adalah kasus stunting atau anak tumbuh pendek akibat kekurangan gizi. Kasus ini juga ditemukan di daerah dengan kapasitas anggaran memadai atau daerah kaya. Stunting yang terjadi dipicu rendahnya pengetahuan dan perilaku sosial tak mendukung hingga memengaruhi capaian tujuan SDGs nomor 2 atau tanpa kelaparan.
Situasi itu membuat keterlibatan daerah dalam pencapaian target SDGs penting. Inovasi daerah jadi penentu hingga persoalan lapangan yang terjadi bisa segera diatasi. Ujungnya bukan hanya target SDGs yang ingin diraih, tapi memastikan tidak ada seorang pun yang tertinggal dalam pembangunan.